HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Febrie Adriansyah melaporkan sejumlah temuan pasca penindakan di Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Provinsi Riau ke Wakil Ketua I Pengarah ST Burhanuddin.
Dalam rapat tersebut dihadiri Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh, Kepala Staf Umum TNI, Kabareskrim Polri, Gubernur Riau, dan sejumlah pejabat lainnya.
Burhanuddin yang juga menjabat sebagai Jaksa Agung mulanya mengapresiasi kepiawaian tim pimpinan Febrie Adriansyah yang berhasil melakukan penguasaan kembali kawasan hutan TNTN Riau.
BACA JUGA
- Geledah Rumah Eks Kadis PUPR Sumut, KPK Sita Rp 2,8 Miliar dan 2 Senjata Api
- Kejaksaan Tetapkan Tersangka Baru dalam Kasus Dugaan Korupsi Diskominfo Maros
- Korupsi Pengadaan Mesin EDC, Eks Wadirut BRI dan Dirut PT Allo Bank Indonesia Dicegah ke Luar Negeri
- KPK Buka Peluang Periksa Bobby Nasution
- Dirut Totalindo Eka Persada Donald Sihombing Divonis 6 Tahun, Komisaris Saut Irianto 5 Tahun Bui
“Diharapkan keberhasilan Satgas PKH di TNTN dapat menjadi percontohan nasional,” ucap ST Burhanuddin dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Holopis.com, Jumat (13/6).
Namun lanjut Burhanuddin, dari luas kawasan hutan ±81.793 hektar, saat ini hanya tersisa ±12.561 hektar.
“Hal ini disebabkan oleh perambahan hutan yang merusak ekosistem dan fungsi hutan sebagai rumah satwa serta paru-paru dunia,” imbuhnya.
Dalam laporannya, Febrie pun melaporkan perkebunan sawit sebagai sumber utama perekonomian masyarakat. Selain itu, dugaan adanya Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu, penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di dalam kawasan hutan TNTN menjadi kendala Satgas di lapangan.
“Dilaporkan juga dugaan tindak pidana Korupsi oleh oknum aparat,” tulis keterangan pihak Kejaksaan.
Permaslaahan lainnya yang ditemui di lokasi, banyak masyarakat yang bermukim di TNTN merupakan pendatang dari luar daerah.
Kondisi tersebut secara tidak langsung akibatnya terbangun sarana dan prasarana pemerintah seperti listrik, sekolah, dan tempat ibadah di dalam kawasan hutan TNTN.
Konflik antara satwa langka (gajah, harimau, dll) dengan masyarakat akibat perusakan kebun dan rumah warga kemudian juga turut dilaporkan dalam rapat tersebut.
Sebagai Wakil Ketua I Pengarah, Burhanuddin kemudian malah meminta masukan kepada para peserta rapat untuk menangani berbagai persoalan yang telah dilaporkan.
“Hal tersebut guna memastikan tindak lanjut penguasaan kembali dan relokasi penduduk dapat berjalan lancar tanpa hambatan,” tukasnya.
Dalam penutupannya, Jaksa Agung menegaskan bahwa permasalahan TNTN bukan hanya isu lingkungan hidup, tetapi juga mencakup permasalahan ekonomi dan sosial masyarakat.
Oleh karena itu, hasil kesimpulan rapat harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab, serta menjaga integritas dan profesionalitas dalam setiap pelaksanaan tugas.
“Diharapkan keberhasilan penguasaan kembali TNTN dapat menjadi proyek percontohan bagi wilayah hutan taman nasional lainnya di seluruh Indonesia yang harus segera diselamatkan dari kegiatan perambahan hutan,” tutupnya.
Dalam susunan Satgas PKH, Jaksa Agung adalah Wakil 1 Pengarah Satgas. Ada tiga wakil di dalam susunan Satgas, dua lainnya adalah Panglima Tentara Nasional Indonesia dan Kepala Kepolisian RI. Sementara Ketua Pelaksana Satgas dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah.
Satgas ini dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Perpres No 5 Tahun 2025. Kebocoran uang negara atas tata kelola sawit di Kawasan hutan ini disebut mencapai Rp 300 triliun. Hitungan itu berasal dari BPKP. Meski Kejaksaan belum mengumkan total kerugian negara, Febrie sebelumnya mengkonfirmasi bahwa ada korelasi terkait hitungan BPKP dengan korupsi yang diusut lembaganya. BPKP juga masuk ke dalam anggota Satgas.
Sesesuai regulasi, Satgas diberi wewenang untuk menagih denda administratif atas perusahaan yang telah menanam di kawasan hutan, denda akan dikenakan pada pelanggar sesuai tingkat kesalahan. Mereka juga berwenang mengambil alih lahan yang digunakan tanpa izin, pemulihan aset dan melakukan penindakan hukum untuk memastikan aset negara kembali sesuai aturan.
