HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sejumlah advokat dari organisasi PEREKAT NUSANTARA dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) secara resmi melayangkan somasi pertama dan terakhir kepada Wakil Presiden RI 2024–2029, Gibran Rakabuming Raka.
Somasi tersebut adalah desakan agar Gibran segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wapres. Materi somasi ini didasarkan pada sejumlah peristiwa hukum dan fakta hukum yang disebut berimplikasi pada ketidakabsahan pencalonan Gibran dalam Pilpres 2024 lalu.
Dalam keterangan pers yang diterima Holopis.com pada Selasa (2/7), Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyampaikan tuntutan sejak Oktober 2024 agar Gibran tidak dilantik sebagai Wakil Presiden oleh MPR RI. Meski pelantikan tetap dilakukan, mereka menegaskan bahwa MPR wajib mempertimbangkan kembali aspirasi masyarakat dalam sidang tahunan berikutnya.
BACA JUGA
- PNM Mekaar Jadi Pilar Ekonomi Keluarga, Wapres Gibran Apresiasi Perempuan Tangguh DIY
- Tito Karnavian Bantah Gibran Bakal Ngantor di Papua
- Yusril Bilang Presiden Prabowo Perintahkan Gibran Ngantor di Papua, Ini Tujuannya
- Wapres Dukung Penguatan Program Pemberdayaan PNM Mekaar
- Wapres Gibran Tegaskan Indonesia Swasembada Gula di Tahun 2027
“Keberadaan Gibran sebagai Wakil Presiden RI 2024–2029 adalah cacat hukum, tidak sah dan batal demi hukum, karena didasarkan pada Putusan MK yang tidak sah secara etik dan yuridis,” ujar Petrus Selestinus.
Kemudian, somasi ini juga disebutkan merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023, yang menjadi dasar hukum Gibran bisa maju sebagai calon wakil presiden. Namun, putusan ini kemudian dikaitkan dengan pelanggaran etik oleh Ketua MK saat itu, Anwar Usman, yang juga merupakan paman dari Gibran.
Di mana dalam MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi), telah menjatuhkan sanksi kepada Anwar Usman dan delapan hakim MK lainnya karena pelanggaran etik terkait proses pengambilan putusan tersebut.
“Putusan tersebut sudah kehilangan legitimasi karena Mahkamah Konstitusi dalam kondisi terpengaruh Dinasti Politik Presiden Jokowi. Ini pelanggaran prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka,” lanjut Petrus.
Dalam dokumen somasi, para advokat menyatakan bahwa jika dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima somasi ini Gibran tidak menyatakan mundur, maka mereka akan mengajukan aspirasi masyarakat kepada MPR RI untuk menggelar sidang khusus dalam rangka agar mendiskualifikasi Gibran dari jabatannya. Mereka menegaskan bahwa ini bukan proses pemakzulan, tetapi diskualifikasi atas dasar “berhalangan tetap” sebagaimana diatur dalam Pasal 427 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Selain isu legalitas pencalonan, somasi ini juga menyinggung polemik akun media sosial “Fufufafa”, yang viral pada 2024 dan diduga terkait dengan Gibran. Para advokat menilai diamnya pihak Gibran dan aparat penegak hukum terhadap isu tersebut telah memicu krisis kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Somasi ini ditutup dengan pernyataan bahwa keberadaan Gibran sebagai Wakil Presiden telah mendelegitimasi hasil Pemilu 2024, serta dianggap sebagai noda hitam dalam sejarah demokrasi Indonesia.
“Kasus Fufufafa menambah deretan persoalan yang membuat lembaga seperti Kepolisian, MK, KPU, bahkan lembaga Kepresidenan dan Wakil Presiden kehilangan legitimasi di mata rakyat,” jelas Petrus.
