HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi mengendus adanya intervensi atau campur tangan asing dalam Pilpres 2024. Hal itu terlihat dari dinamika politik yang terjadi di Tanah Air dalam beberapa pekan terakhir ini.
Dia pun menduga ada operasi intelijen Amerika Serikat (AS) dan Rusia di balik lawan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran.
“Aktor intervensi asing dapat berupa negara secara langsung maupun tidak langsung atau institusi non-pemerintah serta perpanjangan tangan asing yang direkrut dari warga asing hingga warga lokal,” kata Haidar dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (8/2).
Haidar pun menaruh kecurigaan kepada salah seorang praktisi ekonomi yang belum lama ini bertolak ke Amerika Serikat untuk menggalang dukungan. Dia menduga, praktisi tersebut menjadi perpanjangan tangan AS untuk memperjuangkan kepentingannya di Pilpres 2024.
Kemudian ada pula seorang praktisi pertahanan keamanan yang dekat dengan Rusia, dan bahkan sudah bertemu Putin. Praktisi tersebut, kata Haidar, sering mengunggah kedekatannya dengan Rusia di media sosial.
“Ada juga pengusaha di salah satu kubu yang merupakan mitra bisnis Donald Trump di Indonesia. Donald Trump dikenal sebagai sekutu sekaligus mitra bisnis Rusia yang membantunya memenangkan Pilpres Amerika Serikat tahun 2016,” tuturnya.
“Pernah mendukung Jokowi tapi hebatnya Jokowi tidak mau didikte Amerika Serikat,” imbuhnya.
Haidar lantas mengingatkan, bahwa salah satu bentuk intervensi asing di zaman modern yang marak dan harus diwaspadai adalah propaganda negatif. Pasalnya, hal tersebut merupakan upaya untuk mempengaruhi masyarakat secara lebih halus.
Dia menyebut, propaganda negatif ini berusaha untuk membuat situasi di Indonesia saat ini seolah-olah sedang tidak baik-baik saja, dengan narasi-narasi yang beragam.
“Narasinya mulai dari politik dinasti, pemilu curang, cacat etika, aparat tidak netral dan menekan, demokrasi rusak atau mundur, dan lain-lain sebagainya. Tujuannya membuat chaos, mengacaukan pemilu, menjatuhkan Presiden dan memenangkan capres-cawapres yang disponsori asing dengan dana tak terbatas,” tutur Haidar.
Propaganda negatif dapat masuk dan berkembang dengan mudah di Indonesia karena selain jumlah pengguna internetnya yang sangat banyak dengan tingkat kecerdasan yang terbatas, juga masyarakatnya yang beragam dan jauh lebih kompleks.
Masyarakat dengan mudah menerima dan mempercayai informasi yang masuk tanpa menyelidiki atau mengujinya lebih lanjut, cenderung mencari pembenaran daripada mencari kebenaran yang sesungguhnya.
“Masyarakat Indonesia mengambil keputusan berdasarkan trending di Twitter atau X, fyp di Tiktok dan media sosial lainnya. Konten yang trending dan fyp dianggap sebagai sebuah kebenaran mutlak yang harus diikuti. Ini yang membuat Indonesia menjadi sasaran empuk intervensi asing melalui propaganda negatif,” paparnya.
Mengingat potensi dampak yang bisa ditimbulkan sangat berbahaya, Haidar mengimbau kepada semua elemen bangsa meningkatkan kewaspadaan.
“Terutama masyarakat umum jangan mudah terpengaruh oleh propaganda negatif akibat perbedaan pilihan di Pilpres. Ekonomi jatuh, negara hancur, yang rugi dan menderita kita sendiri rakyat Indonesia. Yang untung sudah pasti segelintir elit dan negara asing,” pungkasnya.