HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) mulai melakukan tindakan penyelidikan pengamanan perdagangan (safeguard measures) atas lonjakan jumlah impor

Polietilena Linear Kepadatan Rendah (Linear Low Density Polyethylene/LLDPE) dalam bentuk selain cair atau pasta pada, (9/9). Produk dengan kriteria polietilena mengandung monomer alfa-olefin 5 persen atau kurang dalam bentuk selain cair atau pasta memiliki kode Harmonized System (HS) 3901.10.92 sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022.

Ketua KPPI Franciska Simanjuntak mengatakan berdasarkan bukti awal permohonan penyelidikan yang disampaikan, KPPI menemukan fakta adanya indikasi kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami pemohon.

Kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri yang menurun selama periode 2021-2023.

“Kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut, antara lain, menurunnya produksi, penjualan domestik, produktivitas, kapasitas terpakai, kerugian finansial, serta pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik,” ujar Franciska melalui keterangan di Jakarta, (10/9)

Sebelumnya, KPPI menerima permohonan secara resmi untuk melakukan penyelidikan safeguard measures pada, (12/8). Permohonan tersebut diajukan oleh Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS) mewakili industri dalam negeri yaitu PT Chandra Asri Pacific Tbk. dan PT Lotte Chemical Titan Nusantara.

Produk dengan kriteria polietilena mengandung monomer alfa-olefin 5 persen atau kurang dalam bentuk selain cair atau pasta memiliki kode Harmonized System (HS) 3901.10.92 sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dalam tiga tahun terakhir (2021-2023) terjadi peningkatan jumlah impor barang LLDPE dalam bentuk selain cair atau pasta dengan tren sebesar 13,54 persen.

Pada 2023, impor produk tersebut ke Indonesia tercatat sebesar 280.385 ton, naik 33,27 persen dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 210.382 ton. Sementara pada 2022, impor produk tersebut turun 3,27 persen dari 2021 yang tercatat sebesar 217.494 ton.

Di tahun yang sama, impor utama LLDPE dalam bentuk selain cair atau pasta berasal dari beberapa negara, antara lain Malaysia dengan pangsa impor sebesar 43,43 persen, diikuti Thailand (37,52 persen), Arab Saudi (8,36 persen), dan Amerika Serikat (2,97 persen).

Selain dari negara tersebut, pangsa impor negara berkembang masih di bawah 3 persen dari total impor pada tahun yang sama.

“KPPI mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk mendaftar sebagai pihak yang berkepentingan selambat-lambatnya 15 hari sejak tanggal pengumuman dan disampaikan secara tertulis,” pungkas Franciska.