HOLOPIS.COM, JAKARTA – Selama tahapan Pemilu, anggota Polri diminta untuk menjaga netralitas sesuai dengan pedoman perilaku netralitas yang dikeluarkan Polri. Dalam pedoman tersebut, diatur bagaiamana menjaga netralitas hingga soal konten di media sosial.
Wabprof Divisi Propam Polri, Brigjen Agus Wijayanto mengatakan anggota Polri harus tahu rambunya dulu. Seperti UU (Undang-Undang) dan Perpol yang memperjelas lagi kegiatan soal (larangan) politik praktis dengan surat telegram Kapolri.
“Itu sudah buat kita telegram nomor 2407 bulan Oktober. Bagaimana yang dilarang oleh Polisi di medsos,” kata Agus kepada wartawan yang dikutip Holopis.com, Minggu (17/12).
Salah satu yang diatur dalam pedoman tersebut yaitu larangan berfoto dengan pasangan calon yang berpotensi mengganggu netralitas Polri. Selain itu, anggota Polri juga dilarang untuk mengomentari foto pasangan calon di media sosial.
“Foto bersama paslon, dilarang foto selfie dengan pose yang berpotensi menuding keberpihakan Polri terhadap parpol. Mempromosikan, menanggapi, menyebarluaskan gambar foto paslon via media massa, media online, media sosial, itu salah satunya,” kata Agus.
“Termasuk juga pose-pose foto dengan jari-jari itu, yang dulu kalau ada angkatan, entah itu bintara, perwira, itu kan ada angkatannya, itu tidak boleh,” sambung dia.
Lewat media sosial, personel Divisi Propam bersama content creator dari Polri yaitu Pak Bhabin juga sudah memberikan penjelasan lewat video tentang netralitas polisi.
Salah satu video menceritakan tentang istri seorang polisi yang diperbolehkan mencalonkan diri di Pemilu namun sang suami yang berstatus polisi tetap harus netral dan tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Ada juga video yang menjelaskan mengenai pose foto anggota Polri. Jajaran personel Polri tidak diperbolehkan pose mengangkat jari yang berpotensi dituduh berpihak ke salah satu calon. Pose foto anggota Polri yang diperbolehkan yaitu pose salam presisi, salam komando, dan salam namaste.
Selain itu, Agus juga menjelaskan mengenai aturan keluarga dari polisi yang berkontestasi di Pemilu 2024. Agus mengatakan polisi tetap tidak boleh terlibat kegiatan politik praktis meskipun ada keluarganya yang mencalonkan diri di Pemilu. Mereka juga tidak diperbolehkan untuk menyalahgunakan fasilitas yang ada.
“Di situ ada aturan bahwa polisi tidak boleh terlibat kegiatan praktis, oleh karena itu ada rambu-rambu yang kita berikan kepada mereka. Di Aceh misalnya ada di Polsek, keluarga ini, dari Polres, dari Propamnya sana sudah mengawasi, sehingga polisi digunakan alat untuk itu, apalagi menggunakan fasilitas seorang komandan, Kapolsek misalnya memerintahkan anak buahnya untuk mengikuti, mengawal,” ujar Agus.