HOLOPIS.COM, JAKARTA – Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) mendapatkan kabar, ada sebuah agenda yang ingin menggagalkan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres). Ketua DPP ARUN, Bob Hasan mengatakan agenda itu terselubung dan sangat jelas.

“Saya membaca ada beberapa agenda yang terselubung dan sangat jelas dan terang terlihat saling berhubungan dan berkaitan,” kata Bob Hasan dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Holopis.com, Senin (6/11).

Sebagai informasi, ARUN merupakan pelapor Hakim Konstitusi Saldi Isra karena menilai dissenting opinion-nya cenderung memprovokasi. ARUN juga menyoroti komentar-komentar di luar sidang.

“Terdapat pula komentar di luar persidangan dengan pakaian hitam-hitam seraya menyatakan sedang berkabung dengan alasan pernyataannya,” ujar dia.

“Dari sisi luar Mahkamah Konstitusi, para komentator yang menyatakan dirinya sebagai pakar hukum tata negara menyatakan bahwa ketidakadilan putusan MK tersebut terdapat kecenderungan nepotisme serta KKN dan putusan melanggar peraturan dan ketentuan hukum tentang Mahkamah Konstitusi,” tambahnya.

Bob menjelaskan, agenda tersebut sangat jelas sebagai sebuah hal yang tersusun dan terencana hingga menimbulkan persepsi publik bahwa Mahkamah Konstitusi menjadi mahkamah keluarga. Dia meyakini putusan yang diperdebatkan itu tidak dapat dibatalkan.

“Saya dapat menyatakan bahwa putusan MK PUU Nomor 90 aquo tidak dapat dibatalkan sekalipun dengan cara dan jalan yang menurut mereka bisa dan dapat dilaksanakan secara sah,” ujar Bob.

Bob Hasan mengatakan putusan MK tersebut telah sah dan berlaku final juga mengikat. Akibatnya, putusan tersebut telah menjadi Peraturan KPU (PKPU) yang sah setelah disetujui oleh Komisi II DPR RI.

“Hanya cara-cara yang tidak elok atas agenda yang terhubung tersebut perlu menjadi perhatian agar jangan menjadi pemelintiran berita sehingga menjadi seolah-olah benar,” tegasnya.

Dia menyebut sebagai pemohon judicial review tentang batas usia capres-cawapres itu sebagaimana diketahui berasal dari Kota Solo. Maka, kata dia, mereka melakukan pengajuan permohonan itu sesuai dengan ketentuan hukum acara di Mahkamah Konstitusi.

“Apa yang dimohonkan itu haruslah berupa gagasan, oleh karena adanya kerugian konstitusional dari pemohon dengan batu uji yakni Pancasila dan UUD 45. Sudah selayaknya sebagai pemohon yang berasal dari Solo mereka mengungkap hak tersebut sebagai contohnya yakni Wali Kota Solo yang berusia di bawah 40 tahun, namun telah berpengalaman,” kata Bob.

“Sehingga tidak mungkin pemohon mengambil contoh-contoh yang jauh seperti di Sumatera Barat atau Papua sana sekalipun banyak contoh yang serupa dengan wali kota Solo,” sambungnya.

Baca selengkapnya di halaman kedua.