HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menegaskan bahwa Kemiskinan bukan hanya persoalan angka maupun ekonomi, melainkan sebuah tantangan besar dalam peradaban bangsa.
“Kemiskinan bukan sekadar masalah angka juga bukan sekadar ekonomi. Kemiskinan adalah tantangan peradaban. Mengatasi kemiskinan berarti menyelamatkan masa depan bangsa, memperkuat fondasi keadilan sosial, dan menunaikan amanah konstitusi,” kata Saifullah Yusuf dalam pernyataan tertulisnya, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (29/4).
Ia menekankan bahwa upaya memberantas kemiskinan berarti berkontribusi dalam menyelamatkan masa depan bangsa, memperkuat keadilan sosial, serta memenuhi mandat konstitusi negara.
BACA JUGA
- Komisi VIII DPR Setuju Tambahan Anggaran Rp1,19 Triliun untuk Kemensos
- LIVE : Raker Menteri Sosial dengan Komisi VIII DPR Terkait Tambahan Anggaran Sekolah Rakyat
- Internet Sekolah Rakyat Dibayarin Kemensos, Kominfo Siapkan Jaringan Kencang
- Pemerintah Pastikan Renovasi dan Pembangunan Sekolah Rakyat Tahap 1 Rampung di Juli 2025
- Komdigi Salurkan Internet 200 Mbps di Sleman Dukung Sekolah Rakyat
Mensos juga mengutip Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, yang menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak, mengembangkan diri, dan menjalankan fungsi sosialnya.
Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025, tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat tercatat sebesar 7,08 persen.
“Angka-angka ini bukan sekadar statistik. Di baliknya ada wajah anak-anak yang putus sekolah, ibu-ibu tanpa akses kesehatan, dan keluarga-keluarga yang hidup dalam keterbatasan,” ujar Saifullah.
Sebagai langkah konkret, Kementerian Sosial mengusung dua pilar utama dalam program pengentasan kemiskinan, yakni penguatan Sekolah Rakyat dan optimalisasi Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Menurut Saifullah, Sekolah Rakyat dihadirkan untuk menjadi ruang pendidikan alternatif bagi masyarakat miskin, yang tidak hanya fokus pada pelajaran dasar, tetapi juga mengajarkan keterampilan praktis, kepemimpinan sosial, serta menanamkan jiwa kemandirian.
“Sekolah Rakyat adalah investasi jangka panjang. Sesungguhnya, kemiskinan tidak cukup dilawan dengan bantuan sesaat, tetapi harus diatasi melalui pendidikan yang membebaskan dan memberdayakan,” tambahnya.
Tahun ini, pemerintah menargetkan pendirian 100 Sekolah Rakyat di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Jawa Barat.
Selain itu, Mensos juga menekankan pentingnya keberadaan DTSEN sebagai instrumen vital dalam memastikan ketepatan sasaran program-program pengentasan kemiskinan. DTSEN, jelasnya, merupakan sistem pendataan sosial ekonomi pertama di Indonesia yang bersifat terintegrasi dan aktual, sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto.
“Dengan DTSEN, kita dapat melihat siapa yang betul-betul miskin, di mana mereka berada, apa kebutuhannya, dan bagaimana perubahan kesejahteraannya dari waktu ke waktu,” ucap Saifullah.
Untuk itu, ia mengajak seluruh jajaran pemerintah daerah, kepala desa dan kelurahan, dunia usaha, akademisi, serta masyarakat sipil untuk bersama-sama memperkuat pendidikan keluarga miskin melalui Sekolah Rakyat, memaksimalkan penggunaan DTSEN, dan memastikan penggunaan anggaran sosial memberikan dampak nyata.
“Percepatan pengentasan kemiskinan bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera dimulai dari desa, dari kampung, dari Sekolah Rakyat, dan dari data yang akurat,” tandasnya.
