HOLOPIS.COM, JABAR – Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Karawang (FSPEK) KASBI bersama Koalisi Buruh Pangkal Perjuangan (KBPP) menggelar aksi demonstrasi di Kantor Bupati Karawang, Rabu (13/11).

Mereka menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Karawang sebesar 12% untuk tahun 2025, yang mereka sebut sebagai “harga mati” demi kehidupan yang layak.

Aksi ini dilatarbelakangi putusan Mahkamah Konstitusi No. 168 PUU-XXI/2023 pada 31 Oktober 2024, yang mengubah mekanisme pengupahan di Indonesia. 

Putusan tersebut membuka peluang bagi buruh untuk memperjuangkan upah yang lebih layak, khususnya di Kabupaten Karawang.

“Kini pengupahan merujuk pada PP No. 51 Tahun 2023, yang menggunakan Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai dasar,” kata Ketua Umum FSPEK Karawang, Jeni Heryanto, seperti dikutip Holopis.com.

Berdasarkan survei KHL di Kabupaten Karawang, biaya hidup layak di daerah ini mencapai Rp 6,3 juta per bulan per individu. 

Berdasarkan data tersebut, buruh menilai kenaikan sebesar 12% adalah langkah yang wajar dan mendesak. Selain kenaikan UMK, mereka juga mendesak adanya kenaikan upah sektoral.

“Upah sektoral ini adalah upah khusus yang berlaku pada sektor-sektor usaha tertentu dan disesuaikan dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI),” tambah Jeni. 

Ia menegaskan bahwa upah sektoral harus lebih tinggi dari UMK, dengan beberapa sektor bahkan bisa mencapai kenaikan hingga 15% di atas UMK.

Di sisi lain, Sekretaris Daerah Karawang, Asep Aang Rahmatullah, menyatakan bahwa pihaknya menerima dan akan menyampaikan aspirasi para buruh kepada pemerintah pusat. 

“Kami menerima dan menampung aksi buruh. Pemerintah Daerah Karawang hanya bersifat menerima. Bahwasanya kemarin di pusat sudah ada putusan MK, dan kami hanya akan meneruskan putusan pusat tersebut,” ujar Asep Aang.

Lebih lanjut, ia memastikan bahwa tuntutan kenaikan upah sebesar 12% akan disampaikan ke pemerintah pusat sesuai permintaan buruh.