HOLOPIS.COM, JAKARTA – Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akan menerapkan mabit atau bermalam di Muzdalifah dengan skema murur pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1445 H/2024 M.
Direktur Layanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama (Kemenag), Subhan Cholid menjelaskan, bahwa skema murur atau mabit di dalam mobil ini diterapkan sebagai ikhtiar dalam menjaga keselamatan jiwa para jemaah haji atas potensi kepadatan di Muzdalifah, mengingat area tersebut yang memang terbatas.
Dalam penerapannya, Jemaah yang akan mabit di Muzdalifah seusai wukuf di Arafah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan) saat melewati kawasan Muzdalifah. Selanjutnya, bus akan langsung membawa jemaah menuju tenda Mina.
Baca juga :
- Kemenag Segera Buka Seleksi Beasiswa Indonesia Bangkit 2025
- Kemenag Catat 5.361 Calon Jemaah Telah Isi Kuota Haji Khusus 2025
- Besok, Kemenag Umumkan Guru Madrasah Masuk PPG Lewat EMIS
- Menag Ajak Umat Jadikan Isra Mi’raj Persiapan Sambut Ramadan
- Menag Singgung Al-Qur’an Jadi Kitab Paling Laris di Dunia
“Tahun ini kita akan terapkan skema murur untuk mabit di Muzdalifah. Kebijakan ini kita terapkan setelah menimbang kondisi spesifik terkait potensi kepadatan di tengah terbatasnya area Muzdalifah,” terang Subhan dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (5/6).
“Skema murur ini menjadi ijtihad dan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia,” tandasnya.
Dijelaskan Subhan, area yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia seluas 82.350 m2. Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab.
Sementara ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid. Sehingga, setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat (space) sekitar 0,45 m2 di Muzdalifah.
“Ini saja sudah sangat sempit dan padat,” sebut Subhan Cholid.
Tahun 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jemaah haji Indonesia. Sehingga, 213.320 jemaah dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah.
Padahal, tahun ini juga ada pembangunan toilet yang mengambil space di Muzdalifah seluas 20.000 m2. Sehingga, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah, yakni hanya 0,29 m2.
“Tempat atau space di Muzdalifah menjadi semakin sempit dan ini berpotensi kepadatan luar biasa yang jika dibiarkan akan dapat membahayakan jemaah. Sebab itulah kita akan menerapkan skema murur saat mabit di Muzdalifah,” tegas Subhan.
Dia menegaskan, bahwa hal tersebut bukan hanya menimpa jemaah haji Indonesia, tetapi juga seluruh jemaah haji di dunia, karena tempat yang tersedia di Muzdalifah memang dibagi rata sesuai jumlah jemaah di tiap negara
“Makanya selama ini, skema murur juga diterapkan oleh sebagian besar jemaah haji asal Turki dan sejumlah Afrika,” ujarnya.
Hal ini, kata Subhan, sejalan dengan hasil musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama yang memutuskan, bahwa kepadatan jemaah di area Muzdalifah dapat dijadikan alasan kuat sebagai uzur untuk dapat meninggalkan mabit di Muzdalifah, sehingga hajinya sah dan tidak terkena kewajiban membayar dam.
Sebab, kondisi jemaah yang berdesakan berpotensi menimbulkan mudharat/masyaqqah dan mengancam keselamatan jiwa jemaah.
“Menjaga keselamatan jiwa (hifdu an-nafs) pada saat jemaah haji saling berdesakan termasuk uzur untuk meninggalkan mabit di Muzdalifah,” ujar Subhan mengutip salah satu kesimpulan musyawarah Syuriah PBNU.