HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Karen juga dituntut hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti Rp 1,09 miliar dan US$ 104.016 subsider dua tahun kurungan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan,” ucap jaksa saat membacakan surat tuntutan terdakwa Karen Agustiawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (30/5).

Jaksa meyakini Karen terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kasus korupsi pengadaan Liquid Natural Gas (LNG) 2011-2021 yang merugikan negara US$ 113 juta. Perbuatan melawan hukum itu dilakukan Karen bersama-sama dengan mantan Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto.

Karen diyakini telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan USD 104,016.65. Lalu memperkaya korporasi CCL LLC seluruhnya sebesar USD 113,839,186.60.

Menurut jaksa, perbuatan Karen terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.

Dalam menjatuhkan tuntutan ini, jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Karen dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu, Karen berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak mengakui perbuatannya.

“Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan,” tutur jaksa.

Karen sebelumnya didakwa merugikan keuangan negara sejumlah US$113 juta atas kasus dugaan korupsi terkait pengadaan LNG tahun 2011-2021.

Karen diduga memperkaya diri sebesar Rp 1.091.280.281 (Rp1 miliar) dan US$104.016
Karen disebut juga memperkaya korporasi yaitu Corpus Christi Liquefaction LLC sebesar US$113.839.186.

Berdasarkan hasil pemeriksaan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tanggal 29 Desember 2023, Karen disebut memberikan persetujuan pengembangan LNG di Amerika Serikat tanpa ada pedoman yang jelas. Karen disebut hanya memberi izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi analisis secara ekonomis dan analisis risiko. Selain itu, Karen juga diduga tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat dalam perjalanannya tidak terserap di pasar domestik. Sebabnya, terjadi over supply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Hal itu yang disinyalir membuat Pertamina menjual rugi LNG di pasar internasional.

Dalam surat dakwaan, The Blackstone Group disebut memberikan jabatan kepada Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai salah satu pemegang saham Cheniere Energy, Inc. dengan menempatkannya sebagai Senior Advisor pada Private Equity Group Blackstone. Jabatan itu diberikan lantaran PT Pertamina saat dipimpin Karen telah mengambil kontrak pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair dari Corpus Christi Liquefaction (anak usaha Cheniere Energy).

“Bahwa sebagai kompensasi terhadap perbuatan Terdakwa menjadikan PT Pertamina (Persero) sebagai pembeli LNG dari Corpus Christi, LLC yang merupakan anak perusahaan Corpus Christi, Inc. maka Terdakwa diberikan jabatan oleh Blackstone sebagai salah satu pemegang saham Cheniere Energy, Inc. dengan menempatkan Terdakwa sebagai Senior Advisor pada Private Equity Group yang merupakan salah satu perusahaan yang terafiliasi dengan Blackstone,” ungkap jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan terdakwa Karen Agustiawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (12/2).

Private equity adalah sebuah lembaga keuangan dimana mereka membantu para investor meletakkan uangnya di perusahaan yang belum melantai di bursa saham. Lembaga keuangan ini mencari usaha-usaha yang memiliki potensi untuk tumbuh dan mampu menghasilkan keuntungan dari investasi mereka.

Sementara Blackstone adalah salah satu perusahaan swasta pengelola modal terbesar di dunia. Blackstone Group merupakan sebuah perusahaan multinasional venture capital (VC). Perusahaan ini berinvestasi di berbagai bidang, termasuk energi, ritel, dan teknologi.

Blackstone disebut-sebut menghimpun dana dari para investor untuk investasi ke sejumlah portofolio. Di Tanah Air, Blackstone Group mencoba meraup ‘cuan’ melalui sejumlah perusahaan, seperti PT Blackstone Kapital Indonesia, PT Blackstone Kargo Indonesia (BS-GO) dan PT Black Stone Indonesia.

Dalam dakwaan, jaksa mengungkap Karen sebagai Dirut PT. Pertamina saat itu melakukan komunikasi dengan pihak Blackstone yang merupakan salah satu pemegang saham pada Cheniere Eerngy Inc dengan tujuan untuk mendapatkan jabatan dan memperoleh jabatan sebagai Senior Advisor pada Private Equality Group Blackstone. Blackstone diketahui merupakan salah satu pemegang saham dari Cheniere Energy Inc.

“Pada tanggal 22 September 2014, sebagai tindak lanjut komunikasi Gary Hing (Chief Tamarind Indonesia sekaligus perwakilan Karen) dengan Angelo Acconcia (Managing Director Private Equality Group Blackstone), kemudian Terdakwa berkomunikasi melalui alamat email [email protected] dengan Angelo Acconcia, dimana Terdakwa menyampaikan telah bertemu dengan Gary Hing serta memperoleh tawaran sebagai Senior Advisor di Blackstone. Dalam email tersebut, Terdakwa juga menyampaikan keinginan untuk mendapatkan posisi di Cheniere Energy, Inc. yang merupakan kompensasi Terdakwa telah mengamankan kontrak pembelian LNG PT Pertamina (Persero) dengan Cheniere Energy, Inc. serta adanya tambahan komitmen volume di masa mendatang untuk PT Pertamina (Persero) dari Cheniere Energy, Inc,” tutur jaksa.