HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mengatakan bahwa kebijakan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Minela (ESDM) uang melakukan rekayasa pembelian LPG 3 Kg saat ini tidak tepat.
Di mana pemerintah akan membatasi pembelian gas melon tersebut hanya di pull atau agen resmi Pertamina dan tidak boleh lagi dijual di warung kelontong atau warung eceran justru akan menimbulkan persoalan baru di kalangan masyarakat.
“Larangan LPG di pengecer ini menjadi bom waktu jika tidak segera direspons oleh pemerintah,” kata Hari dalam keterangannya yang diterima Holopis.com, Senin (3/2/2025).
Baca juga :
Sebab efek domino dari kebijakan tersebut, maka akan berdampak pada peningkatan harga-harga sejumlah komoditas lainnya di pasaran.
“Realitas saat ini banyak harga-harga mengalami kenaikan,” ujarnya.
Jika memang tujuan utama pemerintah adalah pengendalian subsidi gas melon atau LPG 3 Kg, aktivis 98 ini pun menilai harus ada cara lain yang lebih efektif dan cerdas. Salah satunya adalah pembatasan harga eceran tertinggi (HET) di kalangan para pengecer.
“Harus ada terobosan terhadap kebijakan larangan LPG di pengecer,” tegasnya.
Ditambah lagi kata Hari Purwanto, bahwa pada tanggal 22 Januari 2025 lalu, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) 1 Tahun 2025 yang mengatur dan memberikan instruksi tegas mengenai kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
“Tentunya efisiensi anggaran bisa dialokasi untuk yang menyentuh kebutuhan rakyat misalnya dengan memberikan subsidi LPG kepada rakyat di bawah garis kemiskinan,” pungkas Hari.
Alasan Bahlil Larang Jual LPG 3Kg Eceran
Diketahui, bahwa Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkap alasan pemerintah melarang pedagang eceran atau warung menjual LPG 3 Kg mulai 1 Februari 2025.
Menurutnya, kebijakan itu diambil karena pihaknya menemukan banyak pedagang eceran yang memainkan harga.
Politisi yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar ini pun mengatakan, bahwa langkah ini diambil sebagai bagian dari penataan penyaluran gas melon tersebut. Apalagi, memang selama ini data mengungkapkan pengguna LPG 3 Kg justru mayoritas kelompok menengah atas.
“Laporan yang masuk ke kami, subsidi ini, LPG ini, ada yang sebagian tidak tepat sasaran. Ya mohon maaf, tidak bermaksud curiga nih. Ada satu kelompok orang yang membeli LPG dengan jumlah yang tidak wajar. Ini untuk apa? Harganya naik. Sudah volumenya tidak wajar, harganya pun dimainkan,” ujar Bahlil di Kantornya, Senin (3/2).
Lantas, Bahlil pun mengatakan bahwa selama ini yang bermain adalah di tingkat pedagang eceran. Sebab, pengawasan sulit dilakukan sehingga mau tidak mau mengambil kebijakan larangan penjualan dengan tidak memberikan stok. Sedangkan, di pangkalan pengawasan akan lebih mudah. Apabila ada ditemukan yang bermain, maka langsung dikenakan sanksi pencabutan izin.
“Nah, dalam rangka menertibkan ini, maka kita buatlah regulasi bahwa beli di pangkalan, karena harga sampai di pangkalan itu pemerintah bisa kontrol. Kalau harga di pangkalan itu dinaikkan, izin pangkalannya dicabut, dikasih denda, dan kita bisa tahu siapa pemainnya,” jelasnya.
“Nah cuman memang dengan pengecer tidak diberikan itu, karena yang biasanya main ini kan di level di bawah,” sambungnya.