Rabu, 15 Januari 2025

Korupsi Investasi Taspen, Giliran Dirut Insight Investments Management Dijebloskan ke Bui

Antonius Kosasih saat itu menyampaikan kepada Direktur Utama Taspen saat itu bahwa opsi terbaik adalah mengkonversi sukuk ijarah TPSF ke reksadana. Antonius lalu diduga bertemu dengan Direktur Utama PT IIM saat itu yakni Ekiawan pada Mei 2019 guna membahas skema optimalisasi Sukuk TPSF II sebagai bond universe, alias daftar portofolio yang layak investasi.

Caranya, dengan mekanisme optimalisasi RD InextG2. Padahal, Sukuk SIASIA02 idD yang gagal bayar dan dalam kondisi PKPU masuk kategori tidak layak investasi atau risiko tinggi.

“Hal ini bertentangan dengan ketentuan Akta Kontrak Investasi Kolektif Reksadana Inisght Tunas Bangsa Balanced Fund 2 (I-Next G2) pada pasal 6 tentang kebijakan investasi angka 6.3 huruf iv yang berbunyi “Efek Bersifat Utang dan/atau Efek Syariah Berpendapatan Tetap yang ditawarkan tidak melalui penawaran umum dan telah mendapat peringkat dari Perusahaan Pemeringkat Efek yang terdaftar di OJK dan masuk dalam kategori layak investasi (investment grade)”. Padahal saat itu peringkat Sukuk SIAISA02 Id D (gagal bayar) dan dalam kondisi PKPU sehingga masuk kategori Non-Investment Grade (Tidak layak investasi dan beresiko tinggi),” terang Asep.

Baca Juga :  PB SEMMI Minta KPK Panggil Ketua BPK, Periksa soal "Upeti" WTP

Taspsan pada hari yang sama menyetujui proposal perdamaian secara penuh Rp 200 miliar dengan tenor 10 tahun dan bunga 2%, Antonius. Sejumlah direksi Taspen lainnya disebut bertemu dengan tersangka Ekiawan.

“Pihak Taspen meminta PT IIM mengajukan konsep optimalisasi Sukuk Ijarah TPSF II,” kata dia.

Komite Investasi Taspen pada Mei 2019 lalu membahas dalam suatu rapat bahwa TPSF tidak pailit karena karena kreditur setuju dengan proposal perdamaian TPSF. PT IIM pada hari yang sama mengajukan proposal penawaran optimalisasi Reksadana I-NextG2.

KPK menduga perbuatan Antonius melawan hukum karena memilih manajer investasi PT IIM sebelum adanya penawaran. “Perbuatan tersangka memilih Manajer Investasi untuk mengelola kegiatan investasi PT Taspen sebelum adanya penawaran melanggar prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-01/MBU/2011,” ujar Asep.

Pada Mei 2019, keputusan rapat Komite Investasi Taspen memutuskan bahwa optimalisasi aset investasi melalui reksadana dan memilih PT IIM karena satu-satunya Manajer Investasi yang memiliki cangkang yang siap. Lalu, Taspen melakukan optimalisasi obligasi Sukuk Ijarah TPSF melalui investasi instrumen reksadana campuran Insight Tunas Bangsa Balanced Fund 2 sebesar Rp 1 triliun.

Baca Juga :  Lewat WhatsApp, Firli Bahuri Minta Sidang Etik KPK Ditunda

Taspen melalukan subscribe unit penyertaan Reksadana I-NextG2 sebesar Rp1 triliun dengan harga per unit penyertaan Rp 1.003,2 per jumlah unit penyertaan 996.694.959,51. Hal itu melawan ketentuan kebijakan perseroan sendiri terkait dengan penanganan sukuk dalam perhatian khusus, yakni harus menahan untuk tidak diperjualbelikan (hold and average down).

Kemudian, Taspen melakukan penjualan SIASIA 02 di harga PAR dengan bunga akrual melalui PT SS dengan total transaksi Rp 228,7 miliar. PT SS lalu menjual SIASIA 02 ke lima reksadana lain pada hari yang sama sukuk turut dijual ke PT PS dengan harga 100.04%.

PT IIM juga menginstruksikan PT VS untuk membeli sukuk PTSF dari PT Pacific Sekuritas dengan harga 100.08% kemudian menjual ke RD I-NEXT G2 seharga 67%. Adapun total nilai transaksi itu yakni Rp142,7 miliar. Namun, transaksi itu merugikan PT VS sebesar Rp 87 miliar.

Baca Juga :  KPK Duga Bos Tambang Orang Dekat Bahlil Lahadalia Terlibat Suap Tambang Malut

Sebagai gantinya, PT IIM menginstruksikan PT VS melakukan seolah-olah ada jual beli saham dengan pembayaran netting sebesar Rp 87 miliar. Akibat transaksi pemindahan Sukuk TPSF atau SIASIA 02 itu, Reksadana I-NEXTGEN 2 pada 31 Oktober 2019 telah mencapai titik terendah. Sebab, Reksadana telah merealisasikan obligasi/sukuk AISA dengan nominal Rp 200 miliar dengan harga penjualan sekitar 3-5%.

“Secara nominal telah merealisasikan kerugian sebesar Rp 191,64 miliar ditambah dengan kerugian bunga sebesar Rp 28,78 miliar,” tandas Asep.

Dalam pengusutan kasus ini, Tim penyidik KPK telah menyita sejumlah bukti terkait kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen (Persero). Di antaranya berupa barang bukti elektronik, sejumlah dokumen, hingga uang senilai Rp 2,4 miliar.

Uang Rp 2,4 miliar itu disita penyidik pada 31 Oktober 2024. Uang tersebut merupakan fee broker atas kegiatan investasi PT Taspen dengan Manager Investasi yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

BERITA TERBARU

Viral