HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklaim, perjanjian Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR) bisa mendongkrak penerimaan pajak negara.
“Bagi Indonesia, penandatanganan MLI STTR berpotensi meningkatkan penerimaan pajak,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (21/9).
MLI STTR yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Kamis (19/9) lalu, merupakan ketentuan yang diterapkan dengan basis perjanjian atas pembayaran intragrup seperti bunga, royalti, dan pembayaran tertentu lainnya, termasuk jasa.
Dalam ketentuan STTR, jika suatu perusahaan di Indonesia melakukan pembayaran kepada perusahaan lain dalam grup yang berada di luar negeri, pembayaran ini harus dikenakan pajak dengan tarif minimum sembilan persen di negara tempat perusahaan penerima berada.
Jika negara penerima menerapkan tarif pajak di bawah sembilan persen, Indonesia sebagai negara sumber pembayaran bisa mengenakan pajak tambahan atas pembayaran tersebut. Pengenaan inilah yang menjadi potensi tambahan penerimaan pajak bagi Indonesia.
Selain dapat meningkatkan penerimaan, implementasi STTR juga bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran atau pengelakan pajak yang agresif antarperusahaan dalam grup yang ada di berbagai negara.
“STTR akan memperkuat ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) yang ada saat ini,” terang Dwi.
Namun, pajak tambahan ini akan dikenakan setelah tahun pajak di mana pembayaran terjadi berakhir, karena ada syarat-syarat tertentu (materiality threshold) yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Sesuai ketentuan, STTR ini hanya dapat diterapkan atas pembayaran penghasilan intragrup yang nilainya melebihi satu juta euro dalam satu tahun pajak. Sedangkan penghasilan selain bunga dan royalti, nilai pembayaran harus melebihi biaya pokok ditambah dengan margin 8,5 persen.