HOLOPIS.COM, MAKASSAR – Koordinator Wilayah Jaringan Aktivis Pro Demokrasi atau ProDem Sulawesi Selatan, Ibrahim Mappasomba memprotes adanya penetapan tersangka terhadap 8 (delapan) orang aktivis KAMRI oleh Kapolrestabes Makassar.
“Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hak untuk menyatakan pendapat, sebagai bagian dari hak asasi manusia, diatur secara khusus melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum,” kata Ibrahim dalam kepada Holopis.com, Rabu (10/7).
Jika negara masih menjunjung tinggi nilai demokrasi, ia menganggap bahwa tak sepatutnya aparat kepolisian melakukan tindakan yang justru bisa mencoreng esensi dari demokrasi tersebut.
Sebab kata dia, kedelapan aktivis Komite Aktivis Mahasiswa Rakyat Indonesia (KAMRI) tersebut hanya menyampaikan keresahan dan keluhan masyarakat terkait dengan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang dinilai bermasalah itu.
“Sangat disayangkan, sikap pimpinan Polrestabes yang telah mentersangkakan 8 aktivis KAMRI yang telah melakukan aksi unjuk rasa penolakan TAPERA di Jalan Sultan Alauddin Senin, 8 Juli 2024 lalu,” ujarnya.
Lantas, ia juga menyayangkan bagaimana perlakuan anggota kepolisian dari Polrestabes Makassar yang melakukan pembubaran paksa kepada para aktivis Mahasiswa. Di mana kata Ibrahim, terlihat jelas tindakan represif terjadi.
“Dengan beredarnya video di media sosial, kita bisa lihat tindakan aparat Kepolisian membubarkan massa aksi dengan cara represif terhadap sejumlah aktivis KAMRI dan tidak mengedepankan pendekatan secara persuasif dan humanis terhadap para peserta aksi demonstran,” tandasnya.
“Tentunya dengan hal demikian pihak kepolisian saya anggap telah mencederai nilai-nilai demokrasi di Indonesia,” sambung Ibrahim.
Oleh sebab itu, Ibrahim pun menyatakan penolakan dengan tegas segala bentuk sikap dan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat Kepolisian. Khususnya dalam konteks perkara yang menyeret 8 aktivis KAMRI tersebut.
“Karena sejatinya negara menjamin akses dan keamanan atas seluruh bentuk penyampaian aspirasi masyarakat, termasuk dalam hal kebebasan memberikan pendapat di muka umum, serta menganalisis bagaimana seharusnya wewenang Polri terhadap penanganan unjuk rasa dilaksanakan,” tegasnya.
Ibrahim Mappasomba juga menegaskan akan segera melakukan pendalaman terkait video yang beredar, apakah ada anggota Polri yang melakukan tindakan kekerasan terhadap kader KAMRI.
Apabila memang benar ada tindakan represifitas dari aparat keamanan tersebut, ia pastikan akan memproses kasus ini sampai ditemukan unsur keadilan di dalamnya.
“Jika itu ada, maka tentunya kami mahasiswa Pro Demokrasi akan melakukan langkah hukum dan tentunya akan menjadi gerakan aksi yang berjilid-jilid,” pungkasnya.
Polisi Tangkap 8 Aktivis Mahasiswa
Sebelumnya diberitakan, bahwa polisi telah menangkap delapan mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa berakhir ricuh di depan Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh Makassar). Salah satunya adalah pelaku yang membanting anggota Bhabinkamtibmas Polsek Rappocini, Bripka Sulaiman hingga terluka.
Penangkapan terhadap para mahasiswa ini dilakukan oleh pihak Polsek Rappocini dan Samapta Polrestabes Makassar, pada Senin (8/7) sore. Para pendemo itu dari Komite Aktivis Mahasiswa Rakyat Indonesia (KAMRI).
“Adapun pengunjuk rasa dari KAMRI, aliansi KAMRI berjumlah delapan orang termasuk salah satu pelaku utama yang ditangkap,” ujar Kapolsek Rappocini, AKP Mustari Alam kepada wartawan, Senin (8/7).
Mustari menyebut, para mahasiswa ini berunjuk rasa dengan membawa isu terkait dengan penolakan terhadap Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Mereka juga meminta diwujudkannya pendidikan gratis.
“Isunya setop perampasan lingkungan hidup, menolak keras kebijakan Tapera yang menyengsarakan rakyat dan mewujudkan pendidikan gratis dan setop pembungkaman demokrasi,” sebut Mustari.