HOLOPIS.COM, JAKARTA – BPJS Watch menyoroti terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 yang salah satunya mengatur penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menyayangkan pemerintah dalam perumusan regulasi tersebut tidak melibatkan masyarakat, yang dalam hal ini peserta JKN. Padahal mereka merupakan pihak yang akan merasakan langsung regulasi tersebut.
“Pemerintah tidak pernah melibatkan masyarakat untuk pembahasan perpres 59, apalagi soal KRIS. Tidak ada uji publik atas pembuatan regulasi KRIS. Seharusnya pemerintah menempatkan masyarakat sebagai subyek yang harus didengar masukannya,” ujar Timboel kepada Holopis.com, Sabtu (18/5).
Dia juga mengaku, bahwa pihaknya telah meminta Pemerintah untuk mengkaji ulang sistem KRIS tersebut, dengan melakukan standarisasi ruang perawatan kelas 1, 2 dan 3, bukan membuat KRIS menjadi satu ruang perawatan.
Namun saat ini, lanjut Timboel, KRIS sudah diregulasikan di Perpres 59/2024. Oleh karenanya, Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus memiliki program untuk memastikan peserta JKN mendapat kemudahan dalam mengakses ruang perawatan.
“Tidak boleh ada lagi peserta JKN mengalami kesulitan mengakses ruang perawatan, sehingga menjadi pasien umum yang bayar sendiri. JKN jadi tidak bisa digunakan,” tegas Timboel.
Bila di sebuah Rumah Sakit memang kamar perawatannya penuh, lanjutnya, Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus segera mencarikan Rumah Sakit yang mampu merawatnya, dan merujuk ke Rumah Sakit tersebur, dengan ambulan yang dibiayai JKN.
“Jangan biarkan pasien JKN atau keluarganya yang mencari ssndiri Rumah Sakit yang bisa merawat mereka. Sayangnya, di Perpres 59 ini tidak ada klausula yang mewajibkan Pemerintah serta BPJS Kesehatan yang mencarikan Rumah Sakit yang bisa merawat,” tandasnya.
Timboel pun berharap, pemerintah dapat menyusun aturan teknis mengenai KRIS yang lebih kompleks. Menurutnya kewajiban untuk mencarikan Rumah Sakit pengganti apabila terjadi keterbatasan ruang perawatan perlu masuk dalam aturan teknis tersebu.
“Saya berharap di Permenkes KRIS nanti klausula tersebut disebutkan secara eksplisit sehingga Pemerintah dan BPJS Kesehatan benar benar menjamin pasien JKN mudah mengakses ruang perawatan KRIS,” pungkasnya.