HOLOPIS.COM, JAKARTA – Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo – Gibran, Hendarsam Marantoko memberikan penjelasan bahwa Presiden Joko Widodo diberikan ruang oleh Undang-Undang jika ingin melakukan kampanye dan memihak terhadap salah satu peserta pemilu, termasuk Capres-Cawapres tertentu.
“Presiden itu dan wakil presiden itu boleh berkampanye,” kata Hendarsam dalam keterangannya di sebuah podcast bersama Trijaya FM seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (27/1).
Hanya saja ia menganggap ada yang aneh dengan narasi yang berkembang dewasa ini, yakni Jokowi dinilai tidak netral jika menyalurkan haknya dalam Pemilu 2024. Apalagi sudah ada regulasi yang mengakomodir hak Jokowi sebagai warga negara Indonesia.
“Sekarang masalahnya, kampanye ini dikaitkan dengan netralitas, seolah kalau beliau kampanye beliau tidak netral,” terangnya.
Sebab kata dia, Kiai Maruf Amin sebagai Wapres aktif saat menghadiri perayaan HUT 71 DPP PDIP di Lenteng Agung Jakarta Selatan pun terlihat mengacungkan jari yang notabane adalah simbol tidak resmi dari paslon Capres-Cawapres 03.
“Yang jadi masalah kan pak Maruf Amin selaku wapres itu menggunakan simbil 03, tapi kok nggak ada yang ribut, kan binging kita,” sambungnya.
Pun demikian, Hendarsam menegaskan bahwa apa yang disampaikan Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta pada hari Rabu, 24 Januari 2024 adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terlebih sebelum ucapan itu dilontarkan oleh Presiden, sebelumnya sejumlah wartawan mempertanyakan tentang boleh atau tidaknya Presiden dan Menteri terlibat kampanye terhadap paslon tertentu.
“Pak Presiden Jokowi ingin mencerdaskan bangsa dengan mengatakan bahwa Presiden itu boleh kampanye, boleh menggunakan hak pilihnya, itu diatur di pasal 43 ayat 1 UU HAM,” paparnya.
Netralitas
Di sisi lain, Hendarsam memberikan edukasi tentang apa yang dimaksud tidak netral bagi seorang Presiden Joko Widodo dalam kontestasi pemilu 2024.
“Apa sebenarnya yang dimaksud dengan netral dan tidak netral ?,” tukasnya.
Jokowi akan dianggap tidak netral jika di dalam melakukan aktivitas politik praktis seperti mendukung dan memihak kepada salah satu peserta pemilu, namun tetap menggunakan fasilitas negara dan tidak melakukan cuti kerja.
“Beliau menggunakan haknya untuk berkampanye dengan syarat yang memang dilimitasi oleh UU. Tidak menggunakan atribut dan fasilitas (negara) dan sebagainya,” papar Hendarsam.
“Yang dimaksud tidak netral itu adalah ketika beliau melanggar itu, beliau menggunakan kekuasaannya, menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kampanyenya tersebut,” pungkasnya.