JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra membantah kabar bahwa pemerintah Indonesia membebaskan Mary Jane Veloso dari penjara.
Dalam keterangannya, Yusril menegaskan bahwa Mary Jane hanya dipindahkan ke negara asalnya Filipina untuk menjalani sisa hukuman melalui kebijakan pemindahan narapidana (transfer of prisoner).
Merujuk kepada unggahan Presiden Filipan, Yusril menyakini pernyataan Marcos hanya menyebut soal kembalinya Mary Jane Veloso ke Filipina dan tidak bicara soal bebas.
“Tidak ada kata bebas dalam statemen Presiden Marcos itu. Bring her back to the Philippines, artinya membawa dia kembali ke Filipina,” kata Yusril dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (20/11).
Yusril menjelaskan Pemerintah Indonesia telah menerima permohonan resmi dari Pemerintah Filipina terkait dengan pemindahan Mary Jane Veloso. Pemindahan dapat dilakukan apabila syarat-syarat yang ditetapkan pemerintah Indonesia dipenuhi.
Sejumlah syarat dimaksud, antara lain mengakui dan menghormati putusan final pengadilan Indonesia dalam menghukum warga negaranya yang terbukti melakukan tindak pidana di wilayah negara Indonesia.
Selain itu, napi tersebut dikembalikan ke negara asal untuk menjalani sisa hukuman di sana sesuai dengan putusan pengadilan Indonesia, serta biaya pemindahan dan pengamanan selama perjalanan menjadi tanggungan negara yang bersangkutan.
“Bahwa setelah kembali ke negaranya dan menjalani hukuman di sana, kewenangan pembinaan terhadap napi tersebut beralih menjadi kewenangan negaranya,” tutur Yusril.
Terkait dengan pemberian keringanan hukuman berupa remisi, grasi, dan sejenisnya, Menko Yusril mengatakan hal tersebut menjadi kewenangan kepala negara yang bersangkutan.
“Dalam kasus Mary Jane, yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, mungkin saja Presiden Marcos akan memberikan grasi dan mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup, mengingat pidana mati telah dihapuskan dalam hukum pidana Filipina. Maka, langkah itu adalah kewenangan sepenuhnya dari presiden Filipina,” kata Yusril.
Yusril menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo beberapa tahun yang lalu telah menolak permohonan grasi Mary Jane, baik yang diajukan oleh pribadi maupun Pemerintah Filipina. “Presiden kita sejak lama konsisten untuk tidak memberikan grasi kepada napi kasus narkotika,” katanya.
Dia menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia pada beberapa hari yang lalu telah menerima permohonan pemindahan narapidana Mary Jane dari Menteri Kehakiman Filipina Jesus Crispin Remulla. Pembahasan juga telah dilakukan bersama Duta Besar Filipina di Jakarta Gina A Jamoralin.
“Semua telah kami bahas internal di kementerian-kementerian di bawah koordinasi Kemenko Kumham Imipas dan telah dilaporkan kepada Presiden Prabowo yang telah menyetujui kebijakan transfer of prisoner ini,” ucapnya.
Ia memperkirakan pemindahan Mary Jane pada Desember 2024. Selain Filipina, negara yang telah mengajukan pemindahan napi adalah Australia dan Prancis.
“Dalam pertemuan APEC di Peru, perdana menteri Australia juga menyampaikan permintaan itu kepada Presiden Prabowo dan beliau menjawab sedang mempertimbangkan dan memproses permohonan itu,” ujarnya.