HOLOPIS.COM, JAKARTA – Hari Bandung Lautan Api diperingati pada 24 Maret di setiap tahunnya. Hari besar tersebut selalu menjadi pengingat penting bagi Bangsa Indonesia tentang betapa gigihnya para pejuang mempertahankan kemerdekaannya kala itu.
Dimana pada tahun 1946, masyarakat lebih memilih aksi membakar rumah dan harta benda sebagai bentuk perlawanan terhadap tentara sekutu di bawah komando Inggris sebelum para pejuang meninggalkan kota.
Konon, upaya membumihanguskan Kota Bandung juga dinilai sebagai sebuah langkah yang paling ideal agar tidak sampai dimanfaatkan sebagai markas tentara sekutu dan NICA (Belanda).
Sejarah awal terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api itu sendiri diawali dengan datangnya pasukan sekutu di bawah Brigade MacDonald pada 12 Oktober 1945. Sekutu meminta kepada seluruh senjata api yang dimiliki penduduk, tak terkecuali milik Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Polisi diserahkan kepada sekutu.
Bentrokan antara TKR dengan sekutu tidak bisa dihindari dan membuat kondisi di Bandung semakin memanas. TKR dan badan-badan perjuangan lainnya melancarkan serangan terhadap markas-markas sekutu di Bandung bagian utara.
Kemudian, tiga hari setelah penyerangan, MacDonald menyampaikan ultimatumnya untuk mengosongkan wilayah Bandung Utara.
Ultimatum untuk mengosongkan wilayah Bandung Utara tersebut harus dilaksanakan paling lambat pukul 12.00 WIB tanggal 29 November 1945. Dengan adanya ultimatum tersebut, sekutu membagi kota Bandung Utara menjadi wilayah kekuasaan mereka, sedangkan Bandung Selatan kekuasaan pemerintah RI.
Semenjak pembagian kekuasaan tersebut, berbagai pertempuran terjadi, hal inilah yang nantinya menjadi penyebab meletusnya peristiwa Bandung Lautan Api.
Kemudian, setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, pasukan Inggris yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) datang ke Indonesia setelah menaklukkan Jepang pada Perang Dunia II.
Awalnya, kedatangan mereka hanya untuk membebaskan tentara Inggris dari tahanan Jepang. Namun, ternyata NICA membonceng tentara Inggris dan ingin menguasai Indonesia kembali. Tentu saja, terjadi perlawanan dari rakyat Indonesia atas hadirnya Belanda.
Akhirnya, kedatangan NICA dan Inggris disambut oleh rakyat Indonesia dengan caci maki dan serangan-serangan terhadap pasukan Inggris yang dianggap membantu NICA.
Tak hanya itu, Kolonel MacDonald selaku panglima perang Sekutu memberikan ultimatum bahwa penduduk pribumi di Bandung Utara harus pindah ke selatan. Bahkan, jika ada penduduk pribumi di Bandung Utara yang masih bertahan, akan ditahan dan ditembak mati.
Ultimatum untuk meninggalkan Bandung Utara tersebut tidak digubris sama sekali oleh rakyat Indonesia. Pertempuran tak terhindarkan, beberapa pos Sekutu di Bandung menjadi sasaran penyerbuan. Angkatan perang RI juga melakukan penyerangan terhadap markas-markas Sekutu di Bandung bagian utara.
Letnan Jenderal Montagu Stopford selaku Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, memperingatkan Perdana Mentri RI yaitu Soetan Sjahrir agar militer Indonesia meninggalkan Bandung Selatan sampai radius 11 kilometer.
Merespons ultimatum tersebut, pada 24 Maret 1946, Tentara Republik Indonesia di bawah pimpinan Kolonel AH Nasution memutuskan untuk membakar atau membumihanguskan Bandung.
Sebelum mengungsi dan meninggalkan rumah, warga membakar rumahnya terlebih dahulu. Bahkan, pasukan TRI memiliki rencana yang lebih besar lagi, yaitu akan membakar Bandung secara total pada 24 Maret 1946 pada pukul 24.00 WIB. Namun, rencana ini gagal karena pada pukul 20.00 WIB dinamit meledak di Gedung Indische Restaurant.
Sementara itu, monumen Bandung Lautan Api saat ini telah dibangun dan menjadi monumen yang berperan sebagai markah tanah Bandung. Monumen ini setinggi 45 meter, memiliki sisi sebanyak 9 bidang. Bangun ini berada di Jalan Otto Iskandar Dinata dan Jalan Mohammad Toha, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandungm, Jawa Barat.
Monumen ini memang dibangun untuk memperingati peristiwa Bandung Lautan Api, dimana terjadi pembumihangusan Bandung Selatan yang dipimpin oleh Muhammad Toha.
Sebagai gambarannya, monumen ini berada di tengah-tengah kota yaitu terletak di kawasan Lapangan Tegallega. Monumen ini menjadi salah satu monumen terkenal di Bandung. Monumen ini menjadi pusat perhatian setiap tanggal 23 Maret mengenang peristiwa Bandung Lautan Api.