Bagi Pratama, lembaga PDP ini merupakan ujung tombak penindakan untuk melindungi data pribadi masyarakat, jika terjadi kebocoran data. Sebab, lembaga PDP ini bisa melakukan audit forensik, kemudian melakukan penyelidikan dan bisa melakukan penindakan hukum.
“Lembaga ini bisa mengawasi sektor swasta dan sektor pemerintah, dan bisa mengenakan sanksi, hanya saja lembaga pemerintah hanya bisa di sanksi administratif,” paparnya.
Apalagi dikatakan Pratama, banyaknya kasus kebocoran data yang terjadi di Indonesia sebenarnya dikarenakan rendahnya kewaspadaan terhadap data pribadi. Padahal, perlindungan data pribadi merupakan aspek yang paling penting.
“Karena di sana dilakukan penyandian, dikode, dienkripsi, sehingga data kita tidak mudah dibuka oleh hacker. Nah yang terjadi saat ini, hacker sangat gampang membuka data pribadi masyarakat yang dihimpun oleh lembaga swasta dan lembaga pemerintah,” tandas Pratama.
Di sisi lain, kurang maksimalnya pengawasan dan kewaspadaan negara dalam menjaga data pribadi masyarakat Indonesia ini akan berdampak sangat serius. Data mereka bisa bocor dan disalakgunakan untuk kepentingan kejahatan siber lainnya. Salah satunya adalah scamming dan judi online.
“Data masyarakat yang bocor itu kemudian digunakan oleh kriminal untuk mengirimkan APK-APK via media sosial untuk mengakses data pribadi masyarakat, agen-agen judi online menggunakan data yang bocor untuk mengirimkan undangan bermain judi online, hal yang sama juga berlaku untuk pinjaman online,” terang Pratama.
Oleh karena itu, Pratama menyampaikan dorongan agar pemerintah segera mengoperasikan Lembaga Perlindungan Data Pribadi demi kepentingan bangsa dan negara dalam ranah digitalisasi.
“Agar segera Lembaga Perlindungan Data Pribadi segera dibentuk agar UU Perlindungan Data Pribadi bisa segera dilaksanakan,” pungkasnya.