JAKARTA – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia atau APJII memberikan langkah-langkah atau tips untuk menghindari serangan cyber oleh kelompok hacker jelang Pilkada Serentak 2024.

“Ya pada prinsipnya sistem itu atau aplikasi itu harus selalu update keamanan ya, untuk betul-betul menjaga potensi-potensi gangguan,” tegas Kabid Keamanan Siber APJII, Arry Abdi Syalman seperti dikutip Holopis.com, Minggu (24/11).

Ia juga mengatakan bahwa penyelenggara Pemilu khususnya KPU dalam hal ini sudah mendapatkan pengawasan langsung dari instansi yang berwenang, seperti Badan Siber Sandi Negara (BSSN) dan juga Polri.

Namun, dia mengingatkan ada hal yang perlu dihindari yakni adanya kelalaian atau kekeliruan SDM-nya atau insider threat.

“Jadi SDM-nya gimana? SDM-nya ini terus diliterasi, terus diedukasi untuk melakukan, mengutamakan sistem proteksi mereka. Jadi secanggih-canggihnya sistem itu pun pasti ada potensi kebocoran, ada potensi kelemahan,” bebernya.

Arry pun memprediksi bentuk serangan-serangan cyber di Pilkada Serentak 2024 tidak beda jauh dari tren serangan sebelumnya seperti malware, maupun kesalahan domain atau lainnya. Namun, kata dia, secara kualias dan kuantitasnya bertambah.

“Kurang lebih bentuk serangannya sama saja hanya mungkin kualitas dan kuantitasnya aja yang bertambah. Jadi yang mungkin tadinya serangannya punya power ketika kita kategorikan nilainya lima bisa menjadi tujuh. Kemudian jumlah serangannya yang tadinya cuma dua mungkin bisa sepuluh nah itu terjadi karena kondisi monitoring serangan siber kita itu memonitoring anomali serangan itu terus meningkat,” sebutnya lagi.

Lebih jauh, Arry juga berpesan adanya teknologi artificial intelligence (AI) agar tidak disalahgunakan untuk penyebaran hoaks, black campaign jelang maupun saat pelaksanaan Pilkada. Sehingga, kata dia, masyarakat Indonesia harus melakukan perlawanan terhadap bentuk informasi tersebut.

“Kita harus lawan informasi hoax tersebut. Namun kita belum mampu menciptakan mesin yang bisa secara detail untuk memanfaatkan artificial intelligence nya membaca atau mengenali keyword bahwa ini hoaks, kenapa? karena teknologi kecerdasan buatan itu tidak memiliki rasa yang bisa mendefinisikan,” sebutnya.

“Sehingga ini memang obatnya ya harus memberikan literasi yang maksimal ke masyarakat itu aja,” lanjut Arry.

Oleh karenanya, Arry menghimbau kepada masyarakat untuk bijak dalam menggunakan perangkat telekomunikasi di platform media sosial. Bahwa apa yang di manfaatkan untuk berkomunikasi tidak untuk melakukan hal-hal yang negatif.

“Misalnya menerima informasi begitu saja dan menyebarkannya, kemudian yang kedua melakukan propaganda atau teknik-teknik tertentu disebarluaskan ke khalayak luas, kemudian memberitakan sesuatu yang tidak benar ini agar bisa dihindari. Jadi bijaklah dalam menggunakan teknologi komunikasi itu saja,” pungkasnya.