JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Rachmat Pambudy mengungkapkan alasan di balik stagnasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama dua dekade terakhir berkisar di angka 5 persen.

Dia mengaku pernah merenungkan alasan sulitnya Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh di atas 5 persen, seperti yang terjadi pada era 1970-an hingga 1980-an. Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto mencanangkan target ambisius agar PDB mampu tumbuh hingga 8 persen.

“Ketika saya diminta untuk bicara lompatan ekonomi, dan tahun 2025 sebagai tahun penentu terwujudnya lompatan ekonomi, saya merasa agak semacam merenung,” ujar Rachmat dalam keterangannya, yang dikutip Holopis.com, Sabtu (23/11).

Rachmat menyebut stagnasi ekonomi ini disebabkan oleh ketimpangan antara kelas ekonomi atas dan menengah ke bawah. Hal tersebut terlihat dari distribusi lapangan kerja, di mana mayoritas tenaga kerja berada di sektor pertanian dengan porsi 28 persen.

Kemudian disusul sektor perdagangan sebesar 19 persen. Sebaliknya, sektor industri pengolahan justru hanya menyerap 13,2 persen dari jumlah tenaga kerja di Indonesia.

“Kondisi ini tentu saja bisa dikatakan tidak terlalu menggembirakan, karena penduduk yang berada di sektor pertanian itu biasanya pendapatannya tidak bisa tinggi,” ungkap Rachmat.

Ia juga menyoroti posisi petani yang kerap dirugikan. Menurutnya, kebijakan pemerintah yang menetapkan harga pangan tetap rendah menyebabkan pendapatan petani sulit meningkat secara signifikan.

“Kita tahu selama ini harga komoditas pertanian itu harganya rendah, harga ini tidak terlepas dari ketentuan yang ada, beras harus rendah, harga jagung harus rendah, pakan ternak harus rendah, dan lainnya,” jelasnya.

Rachmat menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada era 1970-1980an terjadi karena adanya pemerataan ekonomi. Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya pemerintah untuk memperkuat pemerataan dengan mendorong industrialisasi di berbagai wilayah di Indonesia.