HOLOPIS.COM, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Fed Funds Rate bakal terjadi sebanyak dua kali sampai akhir tahun 2024. Proyeksi ini masih sama dengan proyeksi BI sebelumnya.

“Berkaitan dengan Fed Funds Rate (FFR), kami masih memperkirakan kemungkinan November sekali, Desember sekali, masing-masing 25 basis poin. Jadi totalnya tahun ini adalah 100 basis poin,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (16/10).

Sementara pada tahun 2025 tahun depan, Gubernur bank sentral Indonesia itu mengatakan pihaknya memperkirakan FFR akan dipangkas sebanyak tiga atau empat kali, dengan total besaran pemotongan sebesar 75-100 basis poin.

Lebih lanjut, Gubernur bank sentral Indonesia itu menekankan, bahwa pihaknya dalam menentukan kebijakan moneter tidak hanya berfokus pada FFR. Sebab FFR sendiri merupakan salah satu dari sekian faktor yang mempengaruhi aliran portofolio asing.

“Kalau kita bicara global, Bank Indonesia tidak hanya fokus pada Fed Funds Rate, karena Fed Funds Rate hanya salah satu faktor yang berpengaruh terhadap maksudnya aliran portofolio asing,” ujarnya.

Perry menuturkan tiga hal yang berpengaruh terhadap aliran masuk portofolio asing ke berbagai dunia dan nilai tukar, yakni arah Fed Funds Rate, imbal hasil US Treasury Note, dan indeks dolar AS (DXY). Oleh karenanya, BI juga melihat dua hal lainnya itu.

Adapun kata dia, US Treasury Note tidak hanya dipengaruhi oleh FFR, tapi juga kebijakan fiskal pemerintah Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Tensi geopolitik di Timur Tengah justru menyebabkan kenaikan imbal hasil US Treasury Note.

“Yang signifikan adalah pengaruh ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang menyebabkan US Treasury Note yang 2 tahun 10 tahun yang semula turun, bahkan yang 2 tahun lebih cepat nggak jadi turun, malah balik naik. DXY yang bulan lalu itu melemah menjadi 101, bahkan ke-100, balik lagi malah menguat, 103, 103,6 bahkan,” ujarnya.

Dalam merespons kondisi tersebut, BI memastikan arah stance kebijakan moneter seimbang antara pro-stability dengan pro-growth.

“Mulai bulan lalu stance kebijakan moneter kita tidak hanya stabilitas tapi mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga bulan lalu kita mulai menurunkan BI-Rate 25 basis poin dan bahkan kita menyampaikan bahwa BI akan mencermati ruang penurunan suku bunga, dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Lebih jauh, Perry mengatakan bahwa fokus kebijakan moneter BI dalam jangka pendek adalah stabilitas nilai tukar rupiah, seiring dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.

Pun untuk ruang penurunan suku bunga ke depan, menurut Perry juga masih terbuka. Ia mengatakan, keputusan penurunan suku bunga BI atau BI rate ke depan hanya permasalahan waktu dans stimulannya.

“Untuk bulan ini karena ketidakpastian pasar keuangan global, jadi kami fokus dulu pada stabilitas nilai tukar rupiah. Nah itu ya, dari sisi moneternya,” tuturnya.

BI meyakini tren nilai tukar rupiah akan stabil dalam jangka pendek dan cenderung menguat ke depan, karena imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, serta defisit transaksi berjalan yang rendah dan masih mendukung stabilitas eksternal.