Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Garuda, Teddy Gusnaidi memberikan sentilan keras kepada kuasa hukum dua kubu pemohon, yakni pemohon I Anies-Imin melalui tim kuasa hukum yang dipimpin Ari Yusuf Amir dan pemohon II Ganjar-Mahfud yang dipimpin oleh Todung Mulya Lubis.

Hal ini disampaikan Teddy karena kedua kubu tersebut meributkan persoalan proses dalam Pemilu, bukan perselisihan hasil dalam Pilpres 2024.

Menurut Teddy, jika memang konteks perkara yang diajukan tim pemohon I dan II adalah perselisihan proses yang kemudian disebut terdapat indikasi kecurangan yang tersetruktur, sistematis dan masif (TSM), maka ranah penyelesainnya bukan di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Yang menentukan terjadi kecurangan TSM itu bukan mereka (MK), karena mereka bukan lembaga peradilan,” kata Teddy dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Sabtu (30/3).

Lantas ke mana proses seharusnya, Teddy menyebut bahwa wadahnya adalah Bawaslu, kemudian bisa maju ke PTUN dan berakhir di Mahkamah Agung (MA).

“Jika merasa ada dugaan terjadi TSM, menurut pasal tersebut (Pasal 463 UU Pemilu -red), laporkan ke Bawaslu dan langkah hukum selanjutnya ke MA, bukan ke MK,” ujarnya.

MK adalah lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan penyelesaian perselisihan pemilu dalam konteks sengketa hasil. Di mana adalah kaitannya dengan perselisihan perolehan suara dalam proses pemungutan suara hingga rekapitulasi suara nasional di KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Oleh sebab itu, Teddy pun menuding bahwa pihak kuasa hukum Anies-Imin maupun Ganjar-Mahfud sebenarnya tidak paham tentang UU, sehingga sampai saat ini masih memaksakan penyelesaian sengketa proses di MK.

“Lalu kenapa kubu Ganjar dan Anies tidak melaporkan ke Bawaslu dan MA? Padahal sudah disediakan oleh UU?. Ya karena selain mereka sama sekali tidak mempunyai bukti, mereka juga sama sekali nggak mengerti UU Pemilu,” tegasnya.

Berikut adalah bunyi Pasal 463 UU Pemilu ;
(1) Dalam hal terjadi pelanggaran administratif Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 460 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, Bawaslu menerima, memeriksa, dan merekomendasikan pelanggaran administratif Pemilu dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja.

Sehingga jelas bahwa penyelesaian sengketa proses ditangani oleh Bawaslu. Apabila tidak terselesaikan atau tidak puas, maka bisa mengajukannya ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) atau ke Mahkamah Agung (MA) sebagaimana diatur dalam pasal 469.

Pasal lain yang mengatur tentang kewenanga penyelesaian sengketa proses pemilu ada di Pasal 468. Yang berbunyi ;
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota berwenang menyelesaikan sengketa proses Pemilu

Jika penyelesaian sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai serta penetapan calon tetap oleh Bawaslu tidak diterima para pihak, maka dapat dilakukan upaya hukum kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.