HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Bintang Perbowo dicegah berpergian ke luar negeri oleh Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Pencegahan ini atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera oleh PT Hutama Karya.
Tak hanya Bintang, mantan kepala divisi PT Hutama Karya Rizal Sutjipto dan Komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya, Iskandar Zulkarnaen juga dicegah bepergian ke luar negeri. Pencegahan ke luar negeri berlaku selama enam bulan dan dapat diperpanjang atas permintaan tim penyidik.
“Pengumpulan alat bukti yang sudah mulai dilakukan dan agar proses penyidikan juga dapat efektif, KPK kemudian ajukan cegah untuk tidak melakukan perjalanan keluar negeri pada 3 orang ke Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI. Pihak dimaksud adalah 2 orang pejabat internal di PT HK Persero dan 1 orang swasta,” ucap Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (14/3).
Dikatakan Ali, pencegahan ini dilakukan agar proses penyidikan, termasuk pemeriksaan terhadap ketiganya dapat berjalan efektif. “KPK tentu ingatkan para pihak dimaksud untuk dapat selalu hadir dalam setiap proses pemanggilan dan pemeriksaan tim penyidik,” kata Ali.
Diketahui, KPK telah meningkatkan pengusutan korupsi terkait dengan pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera pada 2018 hingga 2020 ke tahap penyidikan. Sejurus dengan hal itu, lembaga antikorupsi juga telah menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi di PT Hutama Karya (Persero).
Berdasarkan informasi, pihak yang dijerat KPK sebagai tersangka yakni mantan Direktur Utama PT Hutama Karya berinisial Bintang Perbowo (BP); mantan Kadiv Pengembangan Bisnis Jalan Tol PT Hutama Karya berinisial M Rizal Zulkarnaen; dan seorang pihak swasta berinisial Iskandar Zulkarnaen.
Dugaan korupsi ini terkait dengan pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera pada 2018 hingga 2020. Dugaan korupsi itu ditaksir merugikan keuangan negara hingga belasan miliar rupiah. Saat ini KPK sedang meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung secara pasti nilai kerugian keuangan negara.