HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, Adi Prayitno menilai bahwa tak ada jaminan bahwa nasib koalisi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (AMIN) akan sukses melenggang hingga pendaftaran Capres-Cawapres di KPU.
“Saya kira tidak bisa kita tebak ke depan bahwa seakan-akan poros AMIN ini adalah poros politik yang paling aman bisa daftar ke KPU,” kata Adi dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Total Politik yang dikutip Holopis.com, Selasa (26/9).
Ia menegaskan bahwa sepanjang KPU belum menutup tahapan pendaftaran Capres-Cawapres untuk Pilpres 2024, maka potensi perubahan terhadap komposisi poros politik masih sangat terbuka lebar.
“Sebelum ada pengumuman resmi secara definitif soal siapa kandidat capres yang diumumkan oleh KPU sebagai kontestan di 2024, maka sepanjang itu juga poros-poros politik yang ada saat ini itu masih cukup terbuka,” ujarnya.
Kemudian, direktur eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) ini pun menilai bahwa sejauh ini tak ada yang bisa menjamin bahwa Cak Imin dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akan memiliki iman politik yang kokoh bersama Anies Baswedan, sekalipun sementara ini tiket politik sebagai Cawapres masih dipegangnya.
“Muhaimin ini kan sama PKB tipikal politisi yang suka lompat-lompat, siapa yang bisa menyangka bisa terjebak cinta satu malam gitu loh pak antara PKB dan NasDem, kan kira-kira begitu logikanya. Ada sesuatu yang dipertaruhkan tapi entah itu apa ya ini,” tutur Adi.
Dengan demikian, pengamat politik asal Madura ini menilai jika sekalipun Anies dan Imin sudah seperti sangat solid dan yakin untuk melenggang di Pilpres 2024, tak ada yang bisa memberikan jaminan bahwa mereka tetap kokoh hingga pendaftaran Capres-Cawapres oleh KPU nanti.
“Kita tidak melihat apa pun seakan-akan akan terjadi spesial di kemudian hari, tapi saya masih cukup menduga bahwa sangat mungkin AMIN ini tidak bisa berlayar di 2024,” tukasnya.
Oleh sebab itu, Adi pun mengatakan bahwa narasi koalisi AMIN dikeroyok oleh koalisi raksasa di kubu Prabowo Subianto maupun kubu Ganjar Pranowo adalah sesuatu yang terlalu berlebihan dikatakan.
“Menurut saya terlampau lebay narasi-narasi itu,” tandas Adi.