HOLOPIS.COM, JAKARTA – Program Kementerian Kesehatan tentang sistem Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk menggantikan sistem kelas kamar rawat inap 1, 2, dan 3 di Rumah Sakit dinilai oleh Jamkeswatch bukan sebuah solusi yang tepat untuk memperbaiki program Jaminan Kesehatan Nasional yang saat ini berjalan. Bahkan akan berpotensi menyulitkan rakyat.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Eksekutif Jamkeswatch, Abdul Gofur. Tokoh aktivis buruh Indonesia tersebut menilai bahwa selama ini pemerintah masih belum melakukan transparansi terhadap bagaimana sistem KRIS berjalan.
“Pemerintah tidak pernah terbuka kepada rakyat tentang sistem Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) berapa nilai iuran yang akan dibebankan kepada masyarakat saat sistem KRIS diberlakukan,” kata Gofur kepada Holopis.com, Sabtu (24/6).
Transparansi ini menurutnya sangat penting untuk memberikan kepastian kepada masyarakat, agar mereka bisa jelas mengakses informasi yang tepat.
“Jangan sampai tarif iuran yang saat ini berjenjang sesuai kelas masing-masing kepesertaan, menjadi satu harga yang akan menaikkan tarif iuran bagi peserta JKN kelas tiga, dan menurunkan tarif iuran kelas satu, itu sangat tidak adil,” ujarnya.
Kemudian, Gofur mengatakan bahwa sebagai contoh, semisal pemerintah menerapkan tarif tengah-tengah ditarif kelas dua, tentu bagi peserta yang sebelumnya ikut di kelas satu akan mengalami penurunan tarif. Dan begitu pun sebaliknya, bagi peserta yang sebelumnya ikut di kelas tiga akan mengalami kenaikan tarif, tentu itu akan memberatkan bagi peserta tersebut.
Sehingga menurut dia, alasan pemerintah dalam menerapkan kamar rawat inap standar yang diklaim sebagai bentuk dari mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat, yang terjadi malah sebaliknya.
“Kebijakan tersebut akan menyulitkan rakyat dengan ekonomi menegah ke bawah. Adil itu bukan berarti semua mendapatkan yang sama, tetapi proporsional, sesuai kemampuan masing-masing,” tuturnya.
Lebih lanjut, Gofur juga menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan prinsip ekuitas atau persamaan layanan kesehatan sesuai amanah UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN bukan seluruh kelas kamarnya sama, akan tetapi pelayanan kesehatannya semua harus sama dan tidak boleh dibedakan.
“Sebaiknya pemerintah tidak membuat peraturan yang malah menyusahkan rakyat kecil, harusnya bisa semakin memudahkan seluruh rakyat untuk mengakses layanan kesehatan mulai dari faskes pertama, lanjutan, hingga ke Rumah Sakit dengan menggunakan Kartu Indonesia Sehat, jangan ada lagi Rumah Sakit yang membedakan layanan antara pasien umum dengan pasien Jaminan Kesehatan Nasional,” tegasnya.
Lebih lanjut, Gofur juga mengatakan bahwa saat ini yang jauh lebih penting adalah bagaimana Pemerintah bisa mendorong Rumah Sakit agar bisa memiliki ketersediaan yang lebih baik untuk ruang ICU, NICU, HCU, maupun PICU, dengan alat yang lengkap. Karena selama ini banyak pasien masih kesulitan untuk mendapatkan ruang perawatan tersebut.
“Pemerintah juga seharusnya memberikan subsidi atau insentif kepada Rumah Sakit untuk dapat memiliki alat-alat kesehatan darurat seperti ventilator, MRI, EEG test, dan alat lainnya dengan harga terjangkau, tidak seperti selama ini, masih harus impor dengan harga selangit,” pungkas Gofur.