Jakarta, Holopis.com – Berbagai varian baru COVID-19 terus dilaporkan bermunculan di dunia, salah satunya pemerintah telah menemukan kasus mutasi virus SARs-CoV-2 B117 yang tersebar di sejumlah provinsi. Beberapa sampel diantaranya ditemukan di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengimbau masyarakat mewaspadai adanya mutasi virus corona baru, yakni Varian N439K yang kini sudah ditemukan di lebih dari 30 negara. IDI mengatakan varian ini lebih ‘pintar’ dari varian corona lainnya.
“Varian N439K ini yang sudah (ditemukan) lebih di 30 negara ternyata lebih ‘smart’ dari varian sebelumnya, karena ikatan terhadap reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat dan tidak dikenali oleh polyclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi,” tutur Ketua Umum IDI Daeng M. Faqih dilansir cnnindonesia.com, Rabu (10/3).
Penularan varian virus ini bisa terjadi melalui aerosol sehingga sulit dikendalikan pada orang-orang asimtomatis atau tidak bergejala. Mengacu pada himbauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Daeng mengatakan transmisi aerosol artinya pembawa virus bisa menularkan virus hanya dengan bernapas atau berbicara.
Daeng menjelaskan penyebaran dalam bentuk droplets berukuran kurang dari 0,8 – 10 mikron bisa menetap di udara hingga satu sampai tiga jam. Ukuran aerosol virus yang paling lazim terhirup sekitar 0,5 sampai 5 mikron.
Potensi tersebut mengindikasikan penularan riskan terjadi pada ruangan tertutup dengan udara yang berputar atau menggunakan pendingin ruangan. Pada ruangan dengan sirkulasi udara yang buruk dan kurang cahaya ultraviolet, virus bisa bertahan hingga tiga jam dalam ruangan.
Bahaya penularan bisa dihindari dengan menggunakan masker, masker bisa melindungi hingga 90 persen dari penularan virus. Upaya melindungi diri juga bisa didorong dengan menjaga kebugaran tubuh.
“Kemampuan pembentukan antibodi pun ternyata bersifat individual, baik pasca terinfeksi maupun pasca imunisasi. Maka selain vaksinasi covid-19, ketaatan terhadap protokol kesehatan dan upaya menurunkan viral load sangat diperlukan untuk mengakhiri pandemi,” tambah Daeng.
Pada kasus penyebaran SARS-CoV-2, rata-rata 57 persen penularan terjadi dari inhalasi (microdroplet), 35 persen penularan terjadi melalui droplet (batuk, bersin, nafas dan berbicara), dan 8,2 persen karena kontak.(tri)