HOLOPIS.COM, NTT – Sebanyak 10 kabupaten di wilayah NTT (Nusa Tenggara Timur) dilaporkan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), sudah berada pada kondisi siaga bencana kekeringan meteorologis.

“Wilayah-wilayah siaga kekeringan mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) lebih dari 31 hari dengan peluang di atas 70 persen,” kata Kepala Stasiun Klimatologi BMKG, Rahmattulloh Adji dalam keterangan yang dikutip Holopis.com, Kamis (15/6).

Sejumlah wilayah kecamatan berstatus siaga bencana kekeringan antara lain Alor Barat Daya dan Pantar Tengah di Kabupaten Alor, kemudian Amfoang Tengah dan Amfoang Utara di Kabupaten Kupang, serta Elar di Kabupaten Manggarai. Selain itu  Riung, dan Riung Barat di Kabupaten Ngada.

Kemudian, kondisi serupa juga terjadi di Landu Leko, Rote Barat, Rote Barat Laut di Kabupaten Rote Ndao, Raijua di Kabupaten Sabu Raijua; Lamboya, Loli, Tana Righu, dan Wanokaka di Kabupaten Sumba Barat; Kodi, Kodi Balaghar, Kodi Bangedo, Kodi Utara, Loura, Wewewa Selatan, Wewewa Barat, Wewewa Tengah, dan Wewewa Utara di Kabupaten Sumba Barat Daya.

Selain itu Katiku Tana, Katiku Tana Selatan, Mamboro, Umbu Ratu Nggay, dan Umbu Ratu Nggay Barat di Kabupaten Sumba Tengah, serta wilayah Haharu, Kambata, Mapang Buhang, Kota Waingapu, Lewa, Lewa Tidahu, Mahu, Ngadu Ngala, Ngaha Ori Angu, Rindi, dan Wulla Waijelu di Kabupaten Sumba Timur.

Untuk itu, BMKG mengimbau masyarakat di berbagai kecamatan untuk tingkat kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana kekeringan yang berdampak pada berbagai sektor seperti pertanian dengan sistem tadah hujan.

Para petani juga perlu mengantisipasi bencana kekeringan, dengan memilih tanaman yang cocok atau tidak membutuhkan banyak air untuk ditanam agar lebih berpeluang memberikan hasil.

“Kekeringan juga berdampak pada berkurangnya persediaan air tanah sehingga menyebabkan kelangkaan air bersih. Oleh sebab itu, warga perlu menghemat penggunaan air bersih agar persediaan yang ada bisa memenuhi kebutuhan,” kata Adji.

Warga juga diingatkan, agar mencegah munculnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan menghindari tindakan yang dapat memicu titik api di area terbuka yang terdapat tumpukan daun atau rumput kering yang mudah tersambar api.