JAKARTA, HOLOPIS.COM – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta pemerintah menetapkan kekerasan di Papua sebagai tindak pidana terorisme menyusul pembantaian 8 pekerja proyek tower PT Palapa Timur Telematika (PTT).
Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, LPSK mengutuk keras berulangnya peristiwa kekerasan hingga menimbulkan korban jiwa di Distrik Beoga Kabupaten Puncak, Papua, (1/3).
Dengan terus berulangnya aksi kekerasan tersebut, kata Hasto, LPSK mendesak pemerintah untuk menyatakan peristiwa kekerasan di Papua sebagai bentuk tindak pidana terorisme.
“Aksi-aksi (kekerasan bersenjata) seperti ini dampaknya menebar ketakutan dan mengganggu keamanan masyarakat. Pemerintah dan jajaran aparat keamanan tidak perlu ragu menyatakan peristiwa itu sebagai bentuk teror di masyarakat,” kata Hasto dalam keterangan resminya, Sabtu (5/3).
Menurut Hasto, jika peristiwa kekerasan hingga menyebabkan hilangnya nyawa manusia ini dapat dinyatakan sebagai peristiwa terorisme, LPSK dapat membayarkan kompensasi kepada para korban.
Sebab, sampai saat ini, kompensasi atau ganti kerugian oleh negara hanya diperuntukkan bagi korban tindak pidana terorisme dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat saja.
Meski begitu, lanjut Hasto, LPSK tetap dapat memberikan perlindungan dalam bentuk lain bagi saksi yang mengetahui peristiwa penembakan di kamp PTT.
“Masyarakat Papua jangan terjebak dalam ketakutan yang sengaja diciptakan pelaku. Khusus masyarakat yang mengetahui peristiwa penembakan di sekitar kamp PTT, tidak perlu takut memberikan informasi kepada aparat keamanan agar pelakunya dapat diproses hukum,” tegas dia.
Hasto menuturkan, beberapa jenis perlindungan yang dapat diakses saksi dan korban dari LPSK, yaitu perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis maupun rehabilitasi psikologis, termasuk fasilitasi restitusi dan kompensasi.
“Untuk mengakses hak atas kompensasi inilah, LPSK mendorong pemerintah agar menyatakan peristiwa kekerasan di Papua sebagai bentuk terorisme,” tegas Hasto lagi.