HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kepolisian Daerah (Polda) Riau melalui Subdit Siber Ditreskrimus menangkap seorang pria asal Kabupaten Rokan Hilir bernama Muhammad Arif (MA) 31 tahun. Ia diamankan setelah memanipulasi dan menyebarkan video hoaks terkait putusan MK soal gugatan Pemilu.
Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Nasriadi mengatakan, saat diamankan, MA tengah berada di Rohil. Pria kelahiran Simpang Padang, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, ini sudah dibawa ke Mapolda Riau.
Ia menyebar hoaks di akun TikTok miliknya, dengan nama Relawan Anis atau nama pengguna @arif92_8. Di mana, pelaku memanipulasi suara hakim dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) berkenaan dengan sengketa Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Pengungkapan kasus ini bermula dari patroli siber yang dilakukan tim Bareskrim Polri. Petugas menemukan ada video berisi hasil putusan sidang MK terkait sengketa Pemilu 2024 yang diunggah oleh salah satu akun TikTok,” sebut Kombes Nasriadi, Kamis (18/4) seperti dikutip Holopis.com.
Pelaku dikatakan dia, membuat seolah-olah hakim MK membacakan hasil atau putusan sidang sengketa. Tak hanya itu, dalam video ada pula narasi yang bertuliskan “Diskualifikasi Paslon 02”. Kemudian narasi lainnya dengan tulisan “Selamat kepada pendukung 02 jogetin aja” serta “dengar baik-baik hey 02. Jangan maksakan kelicikan kecurangan”.
Video hasil editan diunggah kembali oleh tersangka di akun miliknya. Atas temuan tersebut, Bareskrim Polri meneruskan informasinya kepada Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Riau untuk ditindaklanjuti.
“Berdasarkan hasil penyelidikan dan alat bukti serta hasil pemeriksaan ahli, maka diketahui pemilik akun Tiktok @arif92_8 berada di Kabupaten Rohil, Provinsi Riau. Tim bergerak dan berhasil mengamankan pelaku,” sambung Nasriadi.
Selain pelaku kata Nasriadi, pihaknya juga menyita barang bukti berupa 1 unit handphone warna hitam yang digunakan pelaku untuk membuat konten. Polisi turut menyita akun TikTok milik pelaku.
Nasriadi menambahkan, pelaku terancam hukuman penjara 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 miliar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat 1 UU RI Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Pelaku diduga dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik,” pungkas Nasriadi.