HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara menuding bahwa Rempang Eco City yang digagas oleh Menteri Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia adalah praktik perampasan tanah ulayat masyarakat Melayu Rempang atasnama Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Memanfaatkan kedok PSN. Pola kekerasan terkait kepentingan investasi yang dikategorikan dan ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN),” kata Marwan dalam sebuah diskusi publik pada hari Senin (18/9) seperti dikutip Holopis.com.
Karena perampasan ini berkedok investasi untuk kepentingan PSN, Marwan menilai wajar saja ketika praktik pengambilalihan paksa lahan tersebut dilakukan dengan cara-cara kekerasan dan bentrokan dengan masyarakatnya.
“Atas nama PSN, tampaknya semuanya bisa dihalalkan, seperti menggusur dan merampas ruang hidup,” ujarnya.
Marwan yang juga mantan anggota DPD RI tersebut memandang kasus konflik Rempang memiliki pola yang sama dengan praktik penguasa dan pengusaha (peng-peng) untuk merebut lahan rakyat di berbagai daerah. Sebut saja proyek pembukaan lahan untuk pertambangan batuan andesit di desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
“Pola Rempang itu telah terjadi di Wadas, Bendungan Bener, saat aparat berskala besar dikerahkan. Pengerahan ini juga berimplikasi pada tindakan kekerasan,” terangnya.
Bagi Marwan, pola pendekatan dengan cara pengerahan aparat keamanan semacam itu justru akan berdampak sangat buruk, bahkan cenderung bisa menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Sayangnya, pola-pola semacam itu dianggap Marwan masih suka sekali dipraktikkan oleh pemerintah saat ini.
“Pengerahan aparat dalam kerangka pendekatan keamanan telah menimbulkan pelanggaran HAM, seperti intimidasi hingga penangkapan sewenang-wenang,” tandasnya.
Dan Marwan juga menyayangkan, setiap kali ada praktik pembebasan lahan seperti di Wadas dan Rempang, cenderung aparat keamanan Indonesia baik TNI, Polri dan unsur-unsur lainnya berpihak kepada investor, bukan lagi memberikan pengayoman kepada rakyat yang terdampak dari proyek-proyek daerah maupun pusat itu.
“Fakta menunjukkan aparat negara selalu berpihak dan bekerja untuk oligarki, sekaligus mengabaikan tuntutan masyarakat,” pungkasnya.