HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Muhammad Feriandi Mirza mengakui adanya Grup WhatsApp ‘The A Team’. Grup WhatsApp itu digunakan untuk membahas persyaratan proyek penyediaan pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 BAKTI.
Hal itu terungkap saat Mirza bersaksi
terdakwa Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (2/8). Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyinggung Mirza soal keberadaan grup WhatsApp tersebut.
“Masih ingat apa apa grup itu?” tanya jaksa, seperti dikutip Holopis.com.
“Grup WhatsApp namanya ‘The A Team’,” jawab Mirza.
Dijelaskan Mirza, anggota grup tersebut terdiri struktur Bakti dan Kelompok Kerja (Pokja) Kemenkominfo. Menurut Mirza, grup Whatsapp itu dibentuk untuk membahas tentang persyaratan lelang proyek BTS.
Mirza menjelaskan, persyaratan lelang seperti peserta lelang sudah berbentuk konsorsium. Peserta lelang sudah terbentuk dari minimal dua badan usaha atau dua perusahaan yang salah satunya pemilik teknologi BTS.
“Ya seluruh proses, termasuk persyaratan-persyaratan lelang,” kata Mirza.
“Tujuannya apa sih?” cecar jaksa.
“Tujuan grup itu ya, untuk koordinasi, perencanaan dan pelaksaanaan program pembangunan BTS,” jawab Mirza.
“Apakah ada kaitanya terkait dengan untuk persyaratan khusus yang tadi disebutkan oleh owner teknologi itu?” cecar jaksa menimpali.
Owner teknologi yang dimaksud itu diduga salah satu persyaratan yang disematkan untuk memenangkan perusahaan yang telah disepakati. “Yang saya ingat seluruh persyaratan-persyaratan tadi itu lngsung disampaikan Pak Anang (Direktur Bakti Anang Achmad Latif) berupa keputusan, jadi ini saya putuskan a,b,c,d,1,2,3,4 persyaratannya seperti itu di dalam grup ‘The A Team’ tadi,” ucap Mirza.
Mirza membantah group WhatsApp dibuat olehnya. Menurut Mirza dirinya hanya anggota dalam group itu. Yang membuat group WhatsApp itu, kata Mirza, adalah Anang Achmad Latif.
“Bukan saya yang membentuk. Saya salah satu member di grup,” ujar Mirza.
“Kenapa (persyaratan) enggak disampaikan saja di umum tanpa harus membuat grup,?” tanya jaksa.
“Saya tidak tahu kalau itu, itu media komunikasi yang memang dibuat oleh Pak Anang,” jawab Mirza.
Selain ketiga terdakwa di atas, terdapat sejumlah nama lain yang turut diproses hukum. Yakni mantan Menkominfo Johnny G. Plate, mantan Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif dan mantan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Yohan Suryanto. Masing-masing terdakwa dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah.
Kasus ini juga turut menjerat Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama dan Direktur PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan.
Dalam surat dakwaan, Johnny disebut menerima Rp 17 miliar; Anang disebut menerima Rp 5 miliar; Yohan menerima Rp 453.608.400; Irwan menerima Rp119 miliar; Windi menerima Rp 500 juta; Yusrizki menerima Rp 50 miliar dan US$2,5 juta.
Para terdakwa diduga juga memperkaya sejumlah korporasi. Yakni Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp 2.940.870.824.490 (Rp 2,9 triliun). Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp 1.584.914.620.955 (Rp 1,5 triliun) dan Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp 3.504.518.715.600 (Rp 3,5 triliun).
Perbuatan para terdakwa dinilai menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 8.032.084.133.795,51 (Rp8 triliun) berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dugaan kerugian itu didapat dari laporan hasil audit penghitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).