HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno memberikan saran kepada Prabowo Subianto maupun Ganjar Pranowo, agar tidak gegabah di dalam memilih calon wakil Presiden, terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Ada faktor lain yang tidak boleh diabaikan di dalam menentukan cawapres jika memang mau mengambil dari keluarga besar NU. Yakni soal pengaruh kepada Nahdliyyin di kalangan akar rumput.
“Muhaimin di Iskandar aja berjarak dengan pemilih NU. Orang itu cuman milih partainya saja, tapi tidak memilih Muhaimin. Buktinya, elektabilitas PKB kan 9,6%, Muhaimin kecil, tidak muncul,” kata Adi dalam sebuah podcast bersama Zulfan Lindan seperti dikutip Holopis.com, Senin (5/6).
Dalam kontestasi elektoral, NU adalah basis massa yang sangat menggiurkan, karena sebagai salah satu ormas terbesar di Indonesia saat ini. Sayangnya, antara NU struktural dengan NU kultural acapkali berbeda sikap politik.
Hal ini terbukti sejak era kampanye Pilpres 2004, dimana saat itu Megawati Soekarnoputri bergandengan dengan KH Hasyim Muzadi sampai kalah dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK).
“NU memang penting, (sebagai) ormas terbesar pikirannya moderat. Tapi kita flashback sedikit 2004, KH Hasyim Muzadi dengan mbak Mega saat itu berpasangan kalah sama SBY, padahal saat itu Kiai Hasyim adalah Ketua Umum PBNU,” terangnya.
Oleh sebab itu, jika memang kategori cawapres adalah dari kalangan NU, maka kuncinya adalah mencari sosok tokoh NU yang benar-benar bisa kuat ke akar rumput, bukan sekadar dia adalah elite dari ormas Islam terbesar di Indonesia itu.
“NU penting memang, tapi sekali lagi bukan hanya sebatas tokoh NU, tapi dia tidak menerima daya adaptasi dan penerimaan di publik,” tutur Adi.