JAKARTA – Lima tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa penempatan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk atau Bank BJB (BJBR) periode 2021-2023 telah dicegah berpergian ke luar negeri oleh Ditjen Imigrasi. Pencegahan ke luar negeri itu atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lima tersangka yang dicegah ke luar negeri itu yakni, mantan Dirut Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR); Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB, Widi Hartoto (WH); Ikin Asikin Dulmanan (IAD) selaku Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Suhendrik (S) selaku Pengendali Agensi BSC advertesing dan Wahana Semesta Bandung Ekspress); dan R. Sophan Jaya Kusuma (RSJK) selaku pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CMKB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).
“KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 373 Tahun 2025 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap lima orang berinisial YR, WH, IAD, SUH, dan RSJK,” ucap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (14/3).
Penetapan lima tersangka ini didasari surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan pada 27 Februari. Adapun pencegahan ke luar negeri ini berlaku untuk enam bulan dan bisa diperpanjang.
“Larangan bepergian ke luar negeri ini dilakukan oleh penyidik karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan,” kata Tessa.
Dalam kasus ini, kelima tersangka diduga melakukan mark-up atau penggelembungan anggaran yang berkaitan dengan pemasangan iklan. Sejauh ini KPK menduga kerugian negara atas kasus ini mencapai Rp 222 miliar.
Angka itu disebut dana non-budgeter hasil hasil penggelembungan harga penempatan iklan. KPK menduga dana non-budgeter hasil dugaan perbuatan rasuah itu ditampung atau dikelola sejumlah agensi iklan.
Adapun agensi yang mendapat aliran uang iklan dari Bank BJB adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), dan PT BSC Advertising.
Dalam kasus ini, KPK menduga terjadi sejumlah kecurangan dalam proses penempatan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk atau Bank BJB (BJBR) periode 2021-2023. Salah satunya adalah pembayaran dengan nominal yang tidak sesuai.
Awalnya, penempatan iklan dilakukan Bank BJB ke enam agensi. Sejatinya nilainya mencapai Rp 409 miliar. Namun, dari jumlah itu, yang dibayarkan oleh agensi kepada sejumlah media totalnya hanya sekitar Rp 100 miliar.
KPK menduga pemilihan agensi itu diatur oleh Yuddy Renaldi yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Utama Bank BJB bersama seorang pejabat pembuat komitmen (PPK), yakni Widi Hartoto selaku pimpinan divisi corporate secretary. KPK menduga agensi-agensi itu melakukan kesepakatan rasuah dengan Yuddy Renaldi dan Widi sehingga merugikan negara ratusan miliar rupiah.
KPK menduga Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto selaku PPK mengetahui dan atau menyiapkan pengadaan jasa agensi tahun 2021 – 2023 sebagai sarana kickback. KPK menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pengusutan kasus ini, penyidik KPK telah menggeledah sejumlah tempat sejak Senin, 10 Maret. Di antaranya adalah rumah eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau Kang Emil dan kantor Bank BJB di Bandung, Jawa Barat. Setelah penggeledahan ini, KPK berpeluang meminta keterangan sejumlah pihak, termasuk Kang Emil.