JAKARTA – Bulan Ramadan di Indonesia identik dengan berbagai hidangan khas yang selalu hadir saat berbuka puasa. Salah satu yang paling populer adalah kolak. Hidangan manis ini hampir selalu ada di meja berbuka, baik di rumah maupun di berbagai penjual takjil di pinggir jalan.
Namun, tahukah Sobat Holopis bagaimana sejarah kolak hingga menjadi takjil favorit di Indonesia? Mari kita telusuri asal-usul dan perjalanannya.
Asal-Usul Kolak : Jejak dari Masa Lalu
Sejarah kolak di Indonesia memiliki beberapa teori asal-usul yang menarik. Salah satu teori menyebutkan bahwa kolak telah ada sejak zaman kerajaan Islam di Nusantara. Hidangan ini dipercaya berasal dari tradisi kuliner masyarakat Muslim yang menyebar melalui jalur perdagangan dan dakwah.
Istilah ‘kolak’ sendiri diduga berasal dari kata Arab ‘khalik’, yang berarti ‘Sang Pencipta’ atau ‘Tuhan.’ Ada anggapan bahwa hidangan ini diperkenalkan oleh para ulama dan pedagang Muslim sebagai simbol pengingat agar umat Islam senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Oleh karena itu, kolak sering dihidangkan selama bulan Ramadan sebagai bagian dari tradisi keagamaan.
Kolak di Masa Kolonial: Simbol Kesederhanaan
Pada masa kolonial, kolak mulai menjadi hidangan rakyat yang mudah dibuat karena bahan-bahannya sederhana dan mudah didapat. Singkong, ubi, pisang, dan labu—bahan utama kolak—merupakan hasil bumi yang banyak ditemukan di berbagai daerah Indonesia.
Di kalangan masyarakat Jawa, kolak juga memiliki makna filosofis. Penggunaan pisang kepok dalam kolak diartikan sebagai ajakan untuk kapok (menyesali dosa dan bertaubat), sementara gula merah melambangkan keberkahan dan rasa manis dalam kehidupan. Dengan demikian, kolak bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga memiliki nilai simbolik yang erat dengan ajaran agama dan budaya.
Kolak dan Ramadan : Tradisi yang Mengakar
Seiring berjalannya waktu, kolak semakin erat kaitannya dengan bulan Ramadan. Ada beberapa alasan mengapa kolak menjadi hidangan favorit untuk berbuka puasa:
1. Sumber Energi yang Cepat
Kolak mengandung gula alami dari pisang dan ubi yang memberikan energi instan setelah seharian berpuasa.
2. Mudah Dibuat dan Terjangkau
Dengan bahan-bahan sederhana seperti santan, gula merah, dan pisang atau ubi, kolak dapat dibuat oleh siapa saja.
3. Rasanya yang Manis dan Lezat
Rasa manis kolak membantu mengembalikan kadar gula darah setelah berpuasa, sementara santan memberikan rasa gurih yang khas.
4. Tradisi yang Turun-Temurun
Di banyak keluarga, membuat kolak menjelang berbuka menjadi kegiatan bersama yang mempererat kebersamaan.
Variasi Kolak di Berbagai Daerah
Meskipun kolak memiliki bahan dasar yang mirip, setiap daerah di Indonesia memiliki variasinya sendiri:
- Kolak Pisang (Jawa & Sumatra) : Menggunakan pisang kepok yang direbus dalam santan dan gula merah.
- Kolak Labu (Sunda) : Menggunakan potongan labu kuning yang memberikan rasa lembut dan manis alami.
- Kolak Ubi (Sulawesi) : Memakai ubi kuning atau ungu sebagai bahan utama.
- Kolak Biji Salak (Betawi) : Menggunakan bola ubi yang kenyal dan disajikan dengan kuah santan.
- Kolak Durian (Sumatra Barat) : Menggabungkan aroma khas durian dengan kuah santan dan gula merah.
Kolak bukan sekadar makanan takjil, tetapi juga bagian dari warisan budaya dan tradisi Ramadan di Indonesia. Dari sejarahnya yang berkaitan dengan ajaran Islam hingga perannya dalam kehidupan masyarakat, kolak telah menjadi simbol kebersamaan dan keberkahan selama bulan suci.
Tak heran jika hingga kini, kolak tetap menjadi takjil favorit yang selalu dinantikan saat berbuka puasa.
Jadi, Sobat Holopis, sudahkah menyiapkan kolak untuk berbuka hari ini?