HOLOPIS.COM, BOGOR – Densus 88 Anti Teror Mabes Polri memberikan perhatian terhadap ancaman radikalisme dan terorisme kepada anak.
Sebab kini tidak hanya berupa rekruitmen langsung, akan tetapi juga melalui proses yang perlahan dan sistematis yang disebut “Stunting Ideologi”.
Istilah Stunting Ideologi ini dikemukakan oleh Kombes Pol Mohammad Dofir yang merupakan Kasubdit Kontra Ideologi Densus 88 AT Polri. Ia memberikan penjelasan tersebut di dalam sebuah kegiatan koordinasi antar lembaga di Bogor, Jawa Barat pada hari Selasa, 18 November 2025.
“Paham ini tidak muncul tiba-tiba, melainkan melalui proses yang perlahan dan sistematis, yang saya sebut sebagai ‘Stunting Ideologi’,” tegas Dofir di hadapan puluhan perwakilan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Dia kemudian menjelaskan konsep tersebut dengan sebuah analogi yang mudah dipahami. “Apa itu stunting ideologi? Sama seperti stunting pada tubuh anak yang menghambat pertumbuhan fisik dan otaknya, stunting ideologi adalah kondisi dimana perkembangan pemikiran, moral, dan spiritual seorang anak terhambat.”
Lebih lanjut, Dofir memaparkan akar permasalahannya. Di mana anak-anak tersebut tidak diberi ‘gizi’ pemahaman agama yang cukup, seimbang, dan sehat. Akibatnya, mereka rentan terpapar paham-paham yang sempit, penuh kebencian, dan mudah memusuhi perbedaan.”
Konsep “Stunting Ideologi” ini menjadi pusat pembahasan dalam kegiatan “Koordinasi dan Penguatan Kapasitas: Perlindungan Anak dari Jaringan Terorisme” yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama UNICEF.
Pernyataan Dofir ini menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih dalam dan preventif dalam melindungi anak dari paparan ekstremisme kekerasan. Ancaman tidak hanya diatasi dengan penindakan, tetapi lebih pada upaya memastikan “gizi” pemikiran dan spiritual anak terpenuhi dengan baik, sehingga mereka memiliki daya tahan dan imunitas ideologis.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari (18-19 November 2025) ini bertujuan membangun mekanisme koordinasi yang efektif antara pemerintah daerah, kementerian/lembaga, dan lembaga layanan untuk secara bersama-sama mencegah dan menangani anak dari paparan paham radikal-terorisme (IRET).
Melalui diskusi ini, diharapkan semua pihak dapat lebih waspada terhadap gejala dini “stunting ideologi” pada anak dan remaja, serta bersinergi memberikan “asupan gizi” pemahaman yang toleran, moderat, dan inklusif guna melindungi masa depan generasi penerus bangsa.



