HOLOPIS.COM, JAKARTA – Profesor Sabina Alkire, Direktur Oxford Poverty and Human Development Initiative (OPHI), menegaskan bahwa Kemiskinan masih menjadi tantangan global yang besar.
Namun menurutnya, mengatasi kemiskinan global bukan hal yang mustahil, asalkan ada aksi nyata dan kolaborasi global dalam mengatasi permasalahan kemiskinan tersebut.
Alkire mengungkapkan beberapa temuan dari studi terbaru OPHI menunjukkan, bahwa dari 6,3 miliar orang di 112 negara, 1,1 miliar orang atau sekitar 18,3 persen hidup dalam kemiskinan multidimensi akut.
Tidak ada Topik serupa pekan ini.
Secara khusus, 40 persen dari individu-individu tersebut tinggal di wilayah yang terdampak konflik, ketidakstabilan, atau tingkat kedamaian yang rendah.
Dengan kata lain, antara kemiskinan dan konflik menurut Alkire, memiliki hubungan yang kompleks.
“Walaupun konflik dapat menyebabkan kemiskinan, kemiskinan itu sendiri juga dapat mengganggu stabilitas individu, komunitas, dan masyarakat secara keseluruhan,” ujar Alkire, seperti dikutip Holopis.com dari Xinhua News, Selasa (13/5).
Alkire menyampaikan bahwa negara-negara seperti India dan Kamboja telah menunjukkan kemajuan luar biasa.
India berhasil mengeluarkan lebih dari 200 juta orang dari kemiskinan antara 2005 hingga 2019, sementara Kamboja mampu menurunkan separuh tingkat kemiskinan dalam waktu tujuh tahun.
Bahkan Sierra Leone, yang sempat mengalami krisis Ebola, dinilai berhasil mencetak kemajuan dalam upaya pengentasan kemiskinan.
“Membuat kemajuan nyata bukanlah hal yang sangat sulit,” kata Alkire.
Namun tantangan utamanya ada pada memobilisasi aksi dan merayakan keberhasilan untuk mendorong semangat kolektif.
Selain India dan Sierra Leone, Alkire juga menyoroti langkah China dalam menanggulangi kemiskinan. Ia menilai pendekatan sistem one-to-one pairing yang diterapkan China sebagai salah satu cara yang efektif.
Pendekatan tersebut menggunakan cara unik, yang pada prinsipnya memasangkan setiap rumah tangga miskin dengan petugas garis depan dan pejabat pendamping.
“Pendekatan ini memupuk akuntabilitas serta membangun hubungan yang bermakna dan memberdayakan serta mendukung solusi jangka panjang,” ucapnya.
Menurut Alkire, selain strategi lapangan yang kuat, keberhasilan China juga didukung oleh sistem data yang solid, kapasitas organisasi yang tinggi, dan struktur insentif yang jelas.
Ia menyebut bahwa sejumlah negara lain telah mengadopsi pendekatan serupa, seperti pencatatan sosial dan program bantuan multidimensi.
Alkire menambahkan, China juga aktif berbagi pengalaman global, termasuk menerima delegasi dari Meksiko dan Kolombia, serta mengirimkan delegasi ke daerah pedesaan di Afrika Selatan.
Peringatan atas Turunnya Bantuan Global
Alkire turut menyuarakan kekhawatirannya terhadap tren menurunnya bantuan pembangunan global, khususnya dari donatur besar seperti Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).
“Ini adalah masa-masa yang sangat sulit,” tuturnya, mengomentari mundurnya donatur tradisional dan lembaga pembangunan.
Alkire memperingatkan bahwa pemangkasan dana dapat mengancam keberlanjutan data kemiskinan global, yang saat ini mencakup sekitar 3 miliar orang.
Hilangnya data akan menghambat pemantauan dan upaya respons yang dibutuhkan untuk mengatasi kemiskinan secara efektif.
