JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menetapkan tiga orang anggota DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan (Sumsel) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) tahun 2024 – 2025.
Ketiganya dijerat lantaran diduga menerima fee jatah pokok pikiran (pokir) setelah menyetujui kenaikan APBD 2025 dua kali lipat.
Hal itu diungkapkan Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam jumpa pers penetapan tersangka setelah tim Satgas KPK mengamankan sejumlah pihak dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3).
Adapun tiga anggota DPRD OKU yang dijerat atas dugaan penerima suap yaitu Ketua Komisi III DPRD OKU M. Fahrudin (MFR), Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ) dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
KPK juga menjerat Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah (NOV) sebagai tersangka atas dugaan penerima suap. Sementara dua pihak swasta yang dijerat atas dugaan pemberi suap yakni M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).
Setyo menyebut dugaan fee jatah pokir sebesar 20 persen diubah menjadi proyek pekerjaan di Dinas PUPR Pemkab OKU setelah menyetujui kenaikan APBD 2025 dua kali lipat.
“Pada bulan Januari 2025, dilakukan pembahasan RAPBD OKU TA 2025. Agar RAPBD TA 2025 dapat disahkan, beberapa perwakilan DPRD menemui pihak Pemda. Pada pembahasan tersebut perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir seperti tahun sebelumnya. Kemudian disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum sebesar Rp 45 miliar dengan pembagian Ketua dan Wakil Ketua Rp 5 miliar, sedangkan anggota Rp 1 miliar,” ungkap Setyo, seperti dikutip Holopis.com.
Saat APBD TA 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.
“Nah, saat APBD Tahun Anggaran 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar. Jadi, signifikan karena ada kesepakatan ya, maka yang awalnya Rp 48 miliar bisa berubah menjadi 2 kali lipat. Nilai ini (Rp 45 miliar) kemudian turun menjadi Rp 35 miliar karena keterbatasan anggaran, dengan fee sebesar 20 persen untuk ‘jatah’ Anggota DPRD, sehingga total fee adalah sebesar Rp 7 miliar,” ucap Setyo menambahkan.
Dijelaskan Setyo, Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU saat itu menawarkan 9 proyek kepada M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS) dengan komitmen fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
Nopriansyah lalu mengondisikan pihak swasta yang mengerjakan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menggunakan beberapa perusahaan yang ada di Lampung Tengah. Penyedia dan PPK lalu melakukan penandatanganan kontrak di Lampung Tengah.
“Saudara N (Nopriansyah) selaku Kepala Dinas PUPR kemudian mengkondisikan fee/jatah dari DPRD itu pada 9 proyek yang dikondisikan pengadaannya oleh N dengan menggunakan e-katalog,” terang Setyo.
Adapun 9 proyek yang dikondisikan itu yakni :
1. Rehabilitasi Rumdin Bupati senilai Rp 8,397,563,094.14, dengan penyedia CV Royal
Flush.
2. Rehabilitasi Rumdin Wakil Bupati Rp 2,465,230,075.95, dengan penyedia CV
Rimbun Embun.
3. Pembangunan Kantor Dinas PUPR Kab OKU senilai Rp 9,888,007,167.69 dengan penyedia CV Daneswara Satya Amerta.
4. Pembangunan jembatan Desa Guna Makmur senilai Rp 983,812,442.82 dengan penyedia CV Gunten Rizky.
5. Peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus – Desa Bandar Agung senilai Rp 4,928,950,500.00 dengan penyedia CV Daneswara Satya Amerta.
6. Peningkatan jalan desa Panai Makmur – Guna Makmur senilai Rp 4,923,290,484.24 dengan penyedia CV Adhya Cipta Nawasena.
7. Peningkatan jalan unit XVI – Kedaton Timur Rp 4,928,113,967.57 dengan penyedia CV MDR Coorporation.
8. Peningkatan jalan Let. Muda M. Sidi Junet Rp 4,850,009,358.12 dengan penyedia CV Berlian Hitam.
9. Peningkatan jalan Desa Makarti Tama Rp 3,939,829,135.84 dengan penyedia CV MDR Coorporation.
“Ada beberapa nama perusahaan ya, antara lain termasuk juga kegiatannya. Ini semua dilakukan oleh NOP dengan PPK. Mereka langsung berangkat ke wilayah Lampung, Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, dan berkoordinasi dengan para pihak. Jadi, pinjam nama, pinjam bendera, tetapi yang mengerjakan adalah saudara MFZ dengan ASS,” ujar Setyo.



