JAKARTA – Memiliki bayi baru memang momen yang sangat emosional dan penuh tantangan, baik bagi ibu juga ayah. Kalau ada ibu yang mengalami baby blues atau postpartum depression, ayah juga bisa mengalami gangguan mental lainnya, loh.
Ternyata tidak hanya ibu yang rentan mengalami gangguan mental selama masa perinatal, ayah juga. Masa perinatal itu adalah masa di mana pembuahan terjadi hingga ulang tahun pertama bayi.
Dalam perjalanannya, ayah mungkin tidak terlibat langsung dalam mengurus si bayi. Perannya lebih banyak melibatkan perawatan dan mendukung pemulihan ibu. Dan yang tidak disadari orang lain, tugas itu juga bisa membuat kesehatan mental ayah menurun –karena kebanyakan orang lebih fokus memperhatikan pertumbuhan bayi dan pemulihan ibu.
Umumnya yang membuat mental ayah rentan menurun adalah beberapa hal ini:
· Cuti melahirkan yang terbatas untuk ayah
· Waktu bersama istri yang semakin berkurang
· Kekhawatiran tentang bagaimana menjadi ayah yang baik
· Tekanan ekonomi
· Kurangnya perhatian dan dukungan dari orang sekitar karena mereka lebih fokus pada ibu dan bayi.
· Trauma menyaksikan persalinan
· Sebelumnya memiliki riwayat kesehatan mental yang buruk
· Kurang tidur dan terlalu lelah di kantor, dan masih banyak lagi.
Banyak ayah baru yang malu mengungkapkan kondisi mentalnya. Padahal sangat penting bagi dia untuk berani mengungkapkan perasaan, pendapat, dan masalah yang dihadapinya. Entah itu dengan orang terdekat atau profesional.
Dengan bantuan profesional, masalah mental yang dialami ayah bisa segera dikenali, dan pengobatan dini yang tepat juga bisa diberikan. Berikut ini beberapa masalah mental dan gejala yang menyertainya:
1. Depresi
Anda bisa mengenali depresi dari serangkaian gejala melalui aktivitas normal sehari-hari seseorang yang dilakukannya selama 2-4 minggu atau lebih. Gejala umumnya adalah:
· Sering merasa sedih· atau bahkan sampai menangis
· Kehilangan minat dengan hobinya
· Sering merasa ngantuk di siang hari sampai bahkan tidak merasa sanggup bangun dari tempat tidurnya
· Terlihat banyak pikiran dan gelisah
· Tidak bisa berkonsentrasi dengan baik
· Ragu-ragu akan banyak hal
· Mudah dan lekas marah (iritabilitas)
· Suka mengisolasi diri dan menghindari berkumpul dengan siapapun, tidak terkecuali keluarga besar atau rekan-rekan kerjanya.
· Menjadi tidak percaya diri dan memiliki perasaan tidak berharga
· Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri
· Makan berlebih atau tiba-tiba mengonsumsi alkohol
2. Kecemasan
Anxiety atau kecemasan merupakan kondisi di mana perasaan seseorang merasa jiwanya terancam atau khawatir berlebih pada satu hal. Yang menjadikan kondisi ini membahayakan adalah ketika perasaan takut dan cemas itu tak kunjung hilang dan bahkan sampai menyebabkan depresi juga melumpuhkan aktivitas normal sehari-hari.
Banyak orang yang mengalami anxiety tidak sadar, dan kalaupun sadar dia tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.
Saat anxiety muncul, tubuh penderitanya akan bereaksi dengan dua cara berbeda, yakni psikologis dan fisik. Berikut ini masing-masing gejalanya:
Gejala psikologis:
· Cemas, gelisah, khawatir atau merasa takut sepanjang waktu
· Tidak sanggup mengendalikan perasaan cemas, gelisah, khawatir dan takutnya
· Tidak mampu berkonsentrasi, atau merasa pikirannya kosong
· Mudah tersinggung
· Sulit tidur
· Selalu merasa bencana atau kematian akan menimpanya alias selalu berpikiran negatif
Gejala fisik:
· Pusing
· Jantung berdebar kencang
· Nyeri dada
· Sesak nafas (hiperventilasi)
· Keringat berlebih
· Merasa ingin pingsan
· Gemetar
· Kesemutan pada tangan dan kaki
· Perut mual
Saat gejala-gejala di atas muncul, penderitanya kerap menarik diri dari kontak sosial, baik itu keluarga besar atau teman-teman terdekatnya.
3. Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD)
Gangguan stres pasca trauma (Post-Traumatic Stress Disorder/PTSD) adalah reaksi ketakutan setelah mengalami atau melihat sesuatu yang mengerikan (peristiwa traumatis). Misalnya dalam hal ini ayah melihat langsung bagaimana sang istri kesulitan saat melahirkan, bahkan sampai istri hampir kehilangan nyawanya.
Gejala PTSD bisa muncul jika ayah mengingat peristiwa traumatis itu atau mengalami mimpi buruk tentang peristiwa tersebut.
Sensasi fisik yang dirasakan saat gejala muncul adalah nyeri di dada, berkeringat, mual dan atau tubuh gemetar. Mereka juga akan mengalami hyperarousal, yaitu perasaan ‘gelisah’ yang konsisten yang membuatnya jadi lebih mudah tersinggung dan marah, insomnia serta sulit berkonsentrasi.
Oleh karena itu, penderita PTSD sebisa mungkin akan menghindari tempat atau situasi di mana trauma terjadi.
4. Gangguan Obsesif Kompulsif
Gangguan obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder/OCD) merupakan kondisi di mana seseorang memiliki obsesi dan kompulsi yang berlebihan. Masalah kesehatan mental ini memiliki 3 elemen utama, yakni:
· Obsesi: Sesuatu yang mendesak dan mengganggu yang merasuki pikiran terus menerus dan tidak dapat dikontrol.
· Emosi: Pikiran tersebut jika tidak dilakukan kemudian meninggalkan perasaan cemas, rasa bersalah, jijik, hingga akhirnya depresi.
· Kompulsi: Merupakan tindakan dari apa yang dipikirkan yang dilakukan berulang kali (kompulsi) akibat dari kecemasannya. Jika ia tidak melakukannya, ia akan emosional parah dan depresi.
Ayah yang mengalami OCD pada periode perinatal cenderung selalu merasa sangat takut kuman/kotoran dapat melukai bayinya, merasa perlu memeriksa bayinya secara rutin bahkan di malam hari karena takut bayinya berhenti bernapas, atau berulang kali mensterilkan perlengkapan bayi karena takut bayinya terserang virus/bakteri.
Kecemasan yang dialami penderita OCD mungkin akan mereda, tapi hanya sementara. Kecemasan dapat dengan mudah muncul kembali, jika siklusnya terulang (istri hamil anak berikutnya).
Bila Anda seorang ayah atau ibu yang mengetahui suaminya mengalami salah satu gangguan mental di atas, carilah bantuan profesional dan dukungan dari orang yang tepat. Perawatan dan pengobatan dini dapat menyembuhkan Anda sepenuhnya.