JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menuntut Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dengan hukuman pidana 12 tahun penjara. Riza Pahlevi juga dituntut denga hukuman denda sebesar Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan.
Menurut Jaksa, Riza Pahlevi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
“Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum,” ucap Jaksa Ardito Muwardi saat membacakan surat tuntutan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (5/11).
Selain hukuman itu, Riza Pahlevi juga dituntut pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 493,39 miliar subsider enam tahun kurungan. “Apabila terdakaa tidak dapat membayar uang pengganti selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama enam tahun,” tutur jaksa.
Dalam perkara ini, Jaksa juga menuntut Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020 Emil Ermindra dengan pidana 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Emil juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp 493.399.704.345 subsider enam tahun penjara.
Sedangkan, Direktur PT Stanindo Inti Perkasa sejak tahun 2004 M.B. Gunawan dituntut dengan pidana delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan.
Mochtar sebelumnya didakwa telah mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah Izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah. Adapun kegiatan penambangan ilegal dimaksud dilakukan oleh lima smelter swasta, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Mochtar diduga mengakomodasi kegiatan penambangan ilegal bersama-sama dengan Emil serta Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar. Ketiga orang tersebut bersama sejumlah terdakwa lain disebut merugikan keuangan negara sejumlah Rp 300,003 triliun terkait dengan perkara ini. .
Perbuatan mereka mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.