JAKARTA – Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta mengatakan, bahwa Pilkada 2024 cenderung damai dan lancar. Hal ini karena 2 (dua) faktor penting, yakni aspek pengamanan yang dilakukan oleh seluruh elemen khususnya aparat TNI-Polri, serta aspek alam.

“Secara keseluruhan dari cuaca dan mungkin keamanan ya, mungkin presentase abnormality-nya nggak terlalu besar,” kata Kaka saat dihubungi Holopis.com melalui sambungan telepon, Sabtu (30/11).

Hanya saja sejumlah wilayah yang memiliki potensi ancaman gangguan alam memang terpaksa melakukan pemungutan suara ulang. Salah satunya insiden tanah longsor yang menjadi force majour.

“Misalnya di Jatim, saya kebetulan ke Jatim juga, itu hanya daerah pegunungan dan longsor, kemudian terhambat sehingga ada pemungutan suara susulan ya,” ujarnya.

Hanya saja, ia bersyukur secara rata-rata, proses pemungutan suara di Pilkada 2024 tetap dianggap berjalan baik dan lancar.

“Terus gangguan yang hujan juga sama, ada yang susulan, ada yang terlambat. Tapi sebagian besar bisa dilaksanakan secara utuh,” sambung Kaka.

Lebih lanjut, Kaka Suminta juga berharap semua pihak dapat berlaku adil dan bijaksana, termasuk pada peserta Pilkada maupun pemilu agar proses demokrasi elektoral dapat berjalan dengan baik dan damai.

Termasuk proses rekapitulasi suara di Pilkada 2024. Kaka meminta agar KPU melaksanakannya dengan transparan dan akuntabel. Sebab transpatansi ini sapat menimbulkan kondusifitas di kalangan masyarakat.

“Kalau perlu rekapitulasi di PPK itu harusnya ada semacam channel Youtube ya. Sehingga kita untuk seluruh kabupaten, kota itu dan provinsi di 545 daerah pemilihan ini kita bisa melihat di channel Youtube. Sehingga nanti setiap orang atau pihak yang mempunyai kepentingan dengan itu kemudian bisa melihat channel Youtube itu. Sehingga bisa dilakukan secara transparan begitu,” tuturnya.

Selanjutnya, potensi kerawanan konflik pasca pencoblosan 27 Novemver 2024 juga tak boleh diabaikan. Konflik ini cenderung bisa terjadi kerana ulah elite politik yang mungkin tidak terima kalah.

“Saya pikir masyarakat Indonesia itu kondusif ya. Saya kebetulan sampai ke Papua sebelum pemutusan suara kemarin cukup lama, mungkin sekitar 2-3 minggu di Papua, saya melihat masyarakat kondusif. Nah, problemnya ternyata di elit, termasuk elit partai politik ya,” tukasnya.

Sebagai catatan, Kaka memberikan saran kepada para penyelenggara pemilu, pemerintah dan elite politik agar tidak melupakan etika politik dan pendidikan politik di kalangan masyarakat dan grass root.

Hal ini karena tingkat literasi politik masyarakat awam juga banyak yang kurang. Hal ini bisa dilihat dari adanya praktik politik transaksional. Pun ia sadari aspek ini juga berkaitan dengan aspek lainnya, salah satu yang krusial adalah aspek kebutuhan primer.

“Memang kurangnya apa masyarakat kita? Pertama adalah memang perlu ditingkatkan pendidikan untuk memudahkan mereka menjadi well informed community. Kedua, soal ekonomi,” tandas Kaka.

“Nah ini kan PR yang nggak selesai dari Presiden Jokowi untuk meningkatkan ekonomi sampai pada batas tidak ada lagi politik uang. Jadi ketika ekonominya cukup, politik uang itu akan hilang dengan sendirinya,” sambungnya.