JAKARTA – Komisioner KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menjadwalkan pertemuan dengan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh.
Salah satu yang akan dibahas terkait penghitungan kerugian negara kasus dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019-2022.
Demikian disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Lembaga antirasuah hingga kini belum menerima hasil audit terkait dugaan kerugian negara atas kasus itu dari auditor negara, baik itu Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atau BPKP. Melalui pertemuan itu, KPK berharap dapat segera menerima audit kerugian negara atas kasus tersebut.
“Minggu depan kita sudah jadwalkan untuk bertemu dengan kepala BPKP kan untuk terkait dengan perhitungan kerugian negara yang deadlock tadi kan, kira-kira bisa nggak dipercepat,” ungkap Alex sapaan Alexander Marwata kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (20/11).
Alex tak menampik belum diterimanya audit kerugian negara berdampak pada proses penyidikan. Salah satunya terkait upaya paksa penahanan sejumlah tersangka kasus ini.
Sejauh ini KPK sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, empat tersangka itu yakni Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi; Harry MAC selaku direktur perencanaan dan pengembangan PT ASDP; Yusuf Hadi yang merupakan direktur komersial dan pelayanan PT ASDP; serta Adjie yang merupakan pemilik PT Jembatan Nusantara.
Belum diterimanya hasil audit kerugian negara atas kasus tersebut menjadi salah satu alasan mengapa para tersangka itu belum juga dijebloskan oleh lembaga antirasuah ke jeruji besi.
“Yaitu tadi dari audit perhitungan kerugian negaranya kami masih menunggu, tentu itu tadi kan, batasannya kalau kita tahan sekarang, sementara auditnya misalnya baru diperkirakan 6 bulan lagi baru selesai misalnya, nanti keburu keluar ya kalau kita tahan. Itu saja pertimbangannya,” ujar Alex.
Guna memperoleh hasil audit tersebut, dipastikan Alex, pihaknya tak berdiam diri. Salah satunya dengan terus berkomunikasi dengan BPK atau BPKP.
“Kita komunikasikan terus,” tegas Alex.
Diketahui, KPK saat ini sedang mengusut kasus dugaan korupsi Kerja sama Usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp 1,27 triliun ini.
Adapun PT ASDP diketahui membeli PT Jembatan Nusantara dengan nilai mencapai Rp 1,3 triliun. Dengan kondisi itu, PT ASDP kemudian menguasai 100 persen saham PT Jembatan Nusantara berikut 53 kapal yang dikelola.
KPK mengungkapkan ada masalah dalam proses akuisisi perusahaan swasta itu. Di mana, kondisi kapal-kapal tersebut diduga tidak sesuai dengan spesifikasi. Penyidik KPK juga curiga atas penilaian kapal-kapal PT Jembatan Nusantara yang masuk bagian aset yang diakuisisi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
KPK menyatakan telah mengantongi bukti dan informasi adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi ini. Pihak lain yang dimaksud diluar pihak yang telah dijerat sebagai tersangka dalam kasus ini. KPK juga menduga ada pihak yang diperkaya dalam proses akuisisi tersebut.
Selain itu, KPK juga telah mengantongi sejumlah bukti dan informasi dugaan aliran uang hasil Kerja sama Usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019-2022. Dalam pengembangan pengusutan, KPK berpeluang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan menjerat pihak lain dalam perkara dugaan korupsi ini.
Teranyar, KPK menduga pemilik PT Jembatan Nusantara (JN), Adjie membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan bernilai triliunan rupiah dengan menggunakan uang pembayaran akuisisi PT JN oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Kepemilikan serta peruntukan aset itu sedang didalami penyidik KPK lebih lanjut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Redaksi Holopis.com, Adjie membeli sekitar 8 aset tanah dan bangunan dengan nilai total Rp 1 triliun. Pembelian aset tersebut bersumber dari uang pembayaran akuisisi PT JN oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
“A (Adjie, red) diduga membeli sejumlah tanah dan bangunan menggunakan uang pembayaran akusisi oleh ASDP,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika, Rabu (20/11).
Menurut Tessa, aset-aset yang dibeli itu telah disita pihaknya guna kepentingan proses penyidikan dan pendalaman lebih lanjut. Disinggung apakah Adjie bertindak gatekeeper atau perantara atas aset-aset tersebut untuk pihak lain, Tessa mengaku belum menerima informasi.
Yang jelas, kata Tessa, semua bukti termasuk aset tanah dan bangunan yang telah disita akan ditelusuri lebih lanjut oleh penyidik. Tak terkecuali apakah pembelian tanah dan bangunan itu untuk pribadi atau pihak lain.
“Tentunya terkait aset yang sudah disita penyidik akan ditelusuri lebih lanjut, termasuk apakah aset tersebut terkait pribadi atau untuk pihak lain,” ujar Tessa.
KPK sebelumnya mengungkap sejumlah lokasi aset berupa tanah dan bangunan bos PT Jembatan Nusantara Group, Adjie yang diduga terkait kasus dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Dari sejumlah aset yang telah disita KPK, empat terletak di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Selain dikawasan elit itu, sejumlah aset yang disita tersebar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Bogor, hingga Surabaya.