HOLOPIS.COM, JAKARTA – Anggota Bawaslu RI yang juga menjabat Koordinator Bidang Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI, Lolly Suhenty menjelaskan tentang bentuk politik uang yang dilarang dalam pemilu. 

Larangan politik uang tersebut sudah diatur di dalam UU Nomor 10 Tahun 2016. Yakni dalam Pasal 73 yang memberikan larangan keras praktik politik uang. 

“Calon dan atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan atau pemilih,” terang Lolly sesuai Pasal 73 ayat 1 UU Pilkada seperti dikutip Holopis.com, Selasa (12/11). 

Bahkan penjelasan tentang pasal tersebut diterapkan di ayat 4 Pasal 73 UU Pilkada. Bahwa larangan melakukan politik uang tidak hanya kepada Calon atau tim kampanye, tapi juga memenuhi unsur anggota partai politik, relawan dan juga pihak lainnya. Bahkan larangan itu juga baik dilakukan secara langsung maupun dengan cara tidak langsung. 

Bagi pelanggar, maka akan dikenakan hukuman yang cukup berat. Mulai dari hukuman penjara hingga denda sampai Rp1 miliar. 

Hukuman bagi pelanggar telah diatur di dalam Pasal 187A UU Pilkada.

“Sebagaimana dimaksud pada pasal 73 ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” bunyi penggalan Pasal 187A ayat (1). 

Ancaman serupa juga dialamatkan kepada penerima uang politik. Mereka bisa dijerat dengan penjara dan denda yang sama atas perbuatan melawan hukum itu. Hal ini tertera dalam Pasal 187A ayat (2). 

Macam-macam praktik money politik

Dijelaskan Lolly, ada sejumlah bentuk praktik politik uang yang bisa dijerat dengan Pasal 187A tersebut, antara lain ;

1. Serangan Fajar berupa uang tunai yang banyak terjadi menjelang hari pemungutan suara, 

2. Transfer uang elektronik, 

3. Uang sedekah, 

4. Paket sembako, 

5. Kupon belanja, 

6. Uang transport, 

7. Hadiah dalam bentuk barang melebihi Rp 1 juta, 

8. Pemberian token listrik, 

9. Barang konsumsi lain seperti alat ibadah dan atau perlengkapan sekolah, 

10. Sumbangan ke komunitas dengan harapan dipilih, 

11. Iming-iming atau janji seperti proyek, kontrak, maupun promosi jabatan, 

12. dan lain sebagainya. 

“Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menerima pemberian atau janji,” pungkas Lolly.