HOLOPIS.COM, JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) membuka peluang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2019-2022. Hal itu saat ini sedang didalami lembaga antikorupsi. 

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, penerapan pasal pencucian uang untuk menjangkau aset yang sudah disembunyikan oleh para pelaku tindak pidana korupsi. Terlebih, penyamaran aset itu menyulitkan pemulihan aset atau asset recovery. 

“Apakah ini akan mengarah ke TPPU? Untuk ini masih didalami oleh penyidik. TPPU tentunya dapat diterbitkan sprindiknya untuk menjangkau aset-aset yang sudah dialih namakan, sudah dialih bentuk, yang mana itu menyulitkan penyidik untuk penyelamatan aset atau asset recovery pada surat perintah penyidikan yang terbit,” ungkap Tessa dalam keterangannya, Senin (21/10).

Akan tetapi jika KPK bisa melakukan penyelamatan aset menggunakan pasal kerugian keuangan negara dalam kasus ASDP, maka lembaga antikorupsi tak akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) TPPU. Diketahui, surat perintah penyidikan (sprindik) yang sudah diterbitkan dalam kasus ASDP ini berkaitan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau kerugian negara. 

“Bila semua aset sudah dapat di-recovery atau dipulihkan dengan menggunakan surat perintah penyidikan yang aktif dalam hal ini Pasal 2 dan Pasal 3, KPK tidak atau surat perintah penyidikan pencucian uang ini tidak harus diterbitkan,” imbuh Tessa.

KPK dalam penyidikan kasus ini diketahui telah menyita 15 bidang tanah dan bangunan bernilai ratusan miliar rupiah. Dari 15 aset tanah dan bangunan yang disita, dua di antaranya berlokasi di kawasan elite Jakarta. Belasan aset itu disita dari tersangka sekaligus pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie. 

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Yakni, Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono; Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi; dan Pemilik PT Jembatan Nusantara Group, Adjie.

Penetapan tersangka terhadap empat orang dimaksud berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang diteken pada Jumat, 16 Agustus 2024. Empat orang itu juga telah dicegah bepergian ke luar negeri.

Para tersangka itu sempat menggugat status tersangka mereka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Akan tetapi, hakim PN Jaksel menolak gugatan praperadilan keempat tersangka tersebut.

Terkait kasus ini, KPK menduga potensi kerugian negara sekitar Rp 1,27 triliun. KPK menduga masalah akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry terjadi saat prosesnya berjalan.