HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pemilik PT Jembatan Nusantara Grup, Adjie diingatkan oleh penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry. Penyidik KPK menyampaikan peringatan itu lantaran Adjie tidak memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik pada hari ini, Jumat (4/10).
“Penyidik mengimbau terperiksa untuk kooperatif,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com.
Diketahui, Adjie merupakan satu dari empat tersangka kasus dugaan korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp 1,2 triliun ini. Adapun Adjie tak hadiri pemeriksaan dengan dalih sakit.
“Terperiksa meminta penjadwalan ulang,” ujar Tessa.
Adjie menjadi tersangka bersama tiga orang lainnya. Tiga tersangka lainnya yakni, Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono; Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi
Mereka sebelumnya telah menggugat status tersangkanya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, gugatan praperadilan keempat tersangka itu ditolak hakim PN Jaksel.
Empat orang itu juga telah dicegah bepergian ke luar negeri. Dalam prosesnya, penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penyitaan sejumlah mobil yang terkait dengan perkara dimaksud.
Adapun penetapan tersangka terhadap empat orang dimaksud berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang diteken pada Jumat, 16 Agustus 2024.
Proses akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP diduga ada kejanggalan. Di mana, PT ASDP membeli PT Jembatan Nusantara dengan nilai mencapai Rp 1,3 triliun.
Dengan kondisi itu, perusahaan plat merah itu kemudian menguasai 100 persen saham PT Jembatan Nusantara berikut 53 kapal yang dikelola.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, akuisisi berjalan tak semestinya. Pasalnya, akuisisi itu dikabarkan tak ada dasar hukumnya serta melanggar aturan.
Selain itu akuisisi itu disebut-sebut terbilang mahal lantaran diduga terjadi kongkalikong dalam penentuan nilai valuasi. Dikabarkan nilai sejumlah aset objek yang diakuisisi tak relevan.