HOLOPIS.COM, JAKARTA –Sejumlah pengacara dari Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) mendatangi Mapolres Metro Jakarta Utara. Kedatangan mereka bertujuan untuk melakukan pendampingan terhadap salah seorang advokat yang tengah berseteru dengan mantan kliennya, yakni Tiyara Perengkuan.

Juru bicara dari Tim Penasihat Hukum Tolak Kriminalisasi Terhadap Advokat, Roberto Sihotang menyampaikan bahwa kedatangan pihaknya adalah dalam rangka untuk memberikan dukungan moril serta bantuan hukum dalam kasus yang menjerat sahabatnya sesama advokat itu.

“Kami akan melihat sejauh mana tindakan penyidik dalam perkara ini, karena kami akan lawan untuk melindungi dan mempertahankan hak-hak hukum rekan kami yang berprofesi sebagai advokat,” kata Roberto dalam keterangannya di Mapolres Metro Jakarta Utara, Kamis (29/8) seperti dikutip Holopis.com.

Kasus ini bermula saat Tiyara Parengkuan diberikan hak kuasa atas penanganan perkara hukum yang dilakukan oleh kliennya, yakni MH, PRH dan KL pada bulan Mei 2021. Di mana ketiganya menggunakan jasa bantuan hukum kepada Tiyara atas kasus sengketa dua bidang tanah di Jalan Sungai Indra Giri II, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.

Dalam perjalanannya, Tiyara diklaim telah memenangkan sengketa tanah seluas 70 M2 tersebut dan mendapatkan sertifikat asli Hak Guna Bangunan (HGB) tersebut. Hanya saja berdasarkan kesepakatan antara Tiyara dan kliennya itu, dokumen sertifikat tersebut hanya bisa diberikan di hadapan notaris setelah biaya jasa pengacara yang telah disepakati dibayarkan lunas.

Bukannya membayar, justru malah mencabut sepihak kuasa hukum dan pihak klien Tiyara membuat laporan polisi atas kasus Penipuan ke Polres Metro Jakarta Utara. Hingga terbitlah berkas LP/B/1044/XI/2022/SPKT/Polres Metro Jakut/Polda Metro Jaya tertanggal 26 November 2022.

Berkas laporan yang dibuat eks klien Tiyara ini disampaikan Roberto terlalu dipaksakan oleh Kepolisian. Sebab, sampai dengan saat ini tak ada bukti yang kuat digunakan tim penyidik untuk melanjutkan proses penyelidikan ke penyidikan atas kasus dengan nomor perkara tersebut.

“Tidak cukup bukti, tetapi dipaksakan ke tahap penyidikan dengan cara gelar perkara sepihak,” ujarnya.

Padahal kata Roberto, tim penyidik Polres Metro Jakarta Utara diduga kuat tidak memperhatikan hak retensi dari pengacara berdasarkan Pasal 1812 KUH Perdata dan keseluruhan bukti-bukti Surat Perjanjian Jasa Pengacara dan Surat Pernyataan Kesanggupan bayar Klien, serta bukti-bukti lainnya yang sudah disampaikan oleh Pengacara Tiyara Parengkuan.

“Bukti tersebut tidak digubris oleh penyidik Unit Harta Benda (Harda) Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara,” sambungnya.

Oleh sebab itu, ia berpendapat seharusnya tim penyidik dari Unit Harda Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara menghentikan perkara nomor LP/B/1044/XI/2022/SPKT/Polres Metro Jakut/Polda Metro Jaya tersebut.

“Seharusnya dihentikan ya, karena tidak cukup bukti. Bukan malah dilanjutkan ke tahap penyidikan,” tegasnya.

Atas kasus ini, Roberto dan rekan-rekannya itu menduga kuat bahwa tim penyidik yang menangani perkara ini jelas tidak menjalankan kaidah hukum yang benar dan patut diduga telah melakukan pelanggaran kode etik.

“Jelas sekali di sini kami melihat penyidik Unit Harda Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara, diduga telah melakukan tindakan yang tidak profesional dan cenderung telah melanggar kode etik penyidikan,” lanjut Roberto.

Naikkan Kasus Laporan Tiyara

Lebih lanjut, Roberto Sihotang juga menyampaikan bahwa saat ini berkas laporan yang telah dibuat oleh Tiyara ke Polda Metro Jaya terkait dengan dugaan tindak pidana pengaduan palsu dengan nomor LP/B/5005/VIII/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 25 Agustus 2023. Laporan itu ditujukan kepada terlapor yakni KL yang merupakan eks klien Tara.

Justru menurut dia, tim penyidik dari Kepolisian memproses laporan itu dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan. Sebab jelas Tiyara telah merasa keberatan atas laporan yang dilakukan KL sebelumnya itu.

“Kami memohon keadilan kepada Bapak Kapolri untuk memerintahkan Kapolres Jakarta Utara mengeluarkan SP3 atas LP/B/1004/XI/2022 demi tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran,” tegasnya.

“Serta naikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan atas laporan polisi LP/B/5005/VIII/2023 dengan terlapor Kartini Liolina dan pelapor adalah Tiyara Parengkuan,” sambung Roberto.

Ia berharap kasus ini bisa segera ditindaklanjuti dan keadilan bisa ditegakkan dengan semaksimal mungkin. Sehingga kasus semacam ini tidak menjadi preseden buruk terhadap pelanggaran dan kriminalisasi terhadap advokat yang menjalankan profesi dan mendapatkan hak prinsipalnya.

“Kami pun akan menempuh upaya-upaya hukum agar dapat dilakukannya gelar perkara khusus di Wassidik Polda Metro Jaya maupun Mabes Polri, termasuk dalam hal ini melaporkan penyidik ke Divisi Propam atas dugaan tidak profesional dalam menangani perkara,” pungkasnya.