HOLOPIS.COM, JAKARTA – Stafsus Menteri Keuangan (Menkeu), Yustinus Prastowo memberikan penjelasan terkait besaran utang pemerintah yang terus menerus disorot oleh publik. Pasalnya, posisi utang pemerintah terus membengkak hingga menembus angka Rp8.445 triliun per akhir Juni 2024.
Karena kenaikan utang yang terus terjadi, khususnya pada semester awal atau enam bulan pertama tahun ini, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pun terus mengalami kenaikan, hingga nyaris menembus angka 40%.
Prastowo lantas menjelaskan, kenaikan utang dalam enam bulan pertama tahun ini merupakan dampak dari strategi penarikan utang lebih awal (front loading), yang sejatinya bertujuan untuk memitigasi risiko di masa depan.
“Dengan pendekatan ini penarikan utang dimungkinkan dilakukan lebih awal, demi memitigasi risiko di masa depan. Maka pada bulan Juni 2024 pemerintah menarik utang lebih besar dari sebelumnya, sehingga rasio utang terhadap PDB menjadi 39,13%,” kata Prastowo dalam cuitan di akun X pribadinya @prastow, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (2/8).
Dia mengatakan, strategi front loading merupakan langkah proaktif yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi ketidakpastian global melalui penarikan utang berbasis fleksibilitas dan pendekatan oportunis.
Terkait rasio utang terhadap PDB, anak buah Menkeu Sri Mulyani Indrawati itu mengatakan, pemerintah pemerintah memperkirakan rasio utang di akhir 2024 mencapai 38,80%.
“Berdasarkan Lapsem (Laporan Semester) I 2024, Pemerintah memproyeksikan rasio utang kita di akhir 2024 sebesar 38,80%,” ujarnya.
Besaran rasio tersebut, kata Prastowo merupakan angka yang moderat dan terjaga dengan tren yang menurutnya konsisten menurun.
“Sebagai informasi, rasio utang kita sebesar 30,23 persen (2019), 39,39 persen (2020), 40,74 persen (2021), 39,70 persen (2022), dan 39,20 persen (2023),” ujarnya.
Lebih lanjut, Prastowo memastikan pihaknya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama DPR telah berkomitmen, bahwa perencanaan utang merupakan bagian kebijakan APBN yang dilakukan dengan baik, berhati-hati, dan memperhatikan dinamika global dan domestik.
“Tata kelola utang yang prudent dan mendukung pemulihan ekonomi yang berkelanjutan juga menjadi prinsip yang dipegang teguh,” pungkasnya.