HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komika sekaligus founder Stanup Indo, Pandji Pragiwaksono menyatakan bahwa dirinya bukan pro terhadap perilaku sodom dan lesbian yang dilakukan oleh kaum LGBT, hanya karena dirinya pro terhadap mereka.
Keberpihakan Pandji selama ini kepada kaum LGBT hanya berfokus pada hak-hak normatif mereka sebagai manusia sekaligus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
“Gua dukung untuk mereka tidak dipersekusi,” kata Pandji dalam sebuah podcast bareng Denny Sumargo yang dikutip Holopis.com, Selasa (23/7).
Kemudian, Pandji juga menyatakan bahwa dirinya sangat paham mengapa banyak orang khususnya kaum agamis Islam yang tak suka dengan LGBT, bahkan tak sedikit yang cenderung mempersekusi mereka.
Bagi dia, apa yang terjadi antara kelompok agamis dan kaum LGBT ini karena sama-sama tidak mengenal satu sama lainnya. Sehingga gesekan antar kedua genre sosial ini cenderung murah meletup.
“Gua rasa dasarnya bukan agama, dasarnya itu benci. Benci dasarnya takut, takut dasarnya karena nggak tahu. Jadi poin gue itu adalah, saling tahu aja, saling berkenalan aja,” ujarnya.
Oleh sebab itu, dalam konteks Pro LGBT ini adalah Pandji ingin agar semua masyarakat Indonesia bisa saling memahami perbedaan yang terjadi antar sesama, termasuk itu kelompok agamis dan kelompok LGBT.
Sikap ini ditunjukkan karena dirinya ingin menjadi jembatan ketidaktahuan antar kedua entitas masyarakat yang berbeda ini, agar ke depan bisa saling memahami perbedaan mereka satu sama lainnya.
“Kalau mereka KTP-nya orang Indonesia, ya berarti sewajarnya mereka hidup nyaman sebagaimana orang Indonesia lainnya,” ujarnya.
Ketika kaum LGBT ini tidak mendapatkan hak-hak normatifnya sebagai warga negara, maka bagi Pandji, akan terjadi praktik ketidakadilan sosial.
“Karena nggak adil kan, duit pajak diambil, giliran Pilpres atau Pilkada suaranya dipakai. Mereka diterima, diakui jadi orang Indonesia. Kenapa hidup mereka nggak sama dengan orang Indonesia lainnya?,” sambung Pandji.
Sebagai catatan, Pandji memberikan koridor penting bahwa dalam menyikapi perbedaan, antar kelompok yang berbeda tidak sepatutnya membangun tembok pembatas, melainkan membangun jembatan agar perbedaan itu bisa disatukan untuk kepentingan kelangsungan hidup bersama.
Namun, bukan berarti sikapnya ini membuatnya pro terhadap prilaku LGBT. Sebab, ia pun yakin bahwa banyak kaum LGBT tahu bahwa perlaku seksualitas mereka menyimpang dan salah di mata hukum dan norma agama. Begitu pun dirinya, Pandji sangat mengimani bahwa perilaku lesbi, gay, biseksual dan sejenisnya dilarang, dan ia tak melakukan hal itu.
“Gua nggak pengen menormalisasi, gua juga nggak pengen LGBT itu nggak dosa, gua nggak mau ngomong begitu. Gua cuma pengen bisa nggak sih nggak lu pukulin?,” tegasnya.