HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) mengapresiasi dan mendukung gagasan pemerintah melalui Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Prabowo Subianto untuk membawa anak-anak Palestina keluar dari Palestina.

Di mana anak-anak tersebut nantinya akan diberikan trauma healing dan diberi kesempatan belajar di sekolah-sekolah atau pesantren-pesantren di Indonesia.

“Tentu saja ini suatu rencana yang patut diapresiasi walaupun mungkin masih ada pro-kontra, polemik, dan berbagai macam pandangan. Saya kira itu hal biasa dalam sebuah kebijakan publik, karena memang banyak ide dan gagasan dari berbagai kalangan masyarakat,” kata Ketua Umum PP Persis, Ustadz Jeje Zaenudin dalam keterangannya yang diterima Holopis.com, Sabtu (22/6).

Hanya saja ia memberikan catatan penting, jangan sampai program untuk menampung warga Palestina tersebut dilakukan dengan mengabaikan anak-anak bangsa sendiri. Sebab menurutnya, yang paling utama seharusnya Indonesia mengedepankan penanganan anak-anak dalam negeri terlebih dahulu.

“Namun kita juga harus memahami situasi sulit yang dialami pemerintah Palestina dalam menangani anak-anak yang menjadi korban perang. Dan juga kesulitan dari negara-negara muslim untuk membantu warga Palestina, wabil khusus warga sipil,” sambungnya.

Ustadz Jeje melanjutkan, negeri-negeri muslim yang berdekatan dengan Palestina memang suah sejak lama menampung para pengungsi korban perang dari Palestina, seperti di Yordania yang menampung puluhan ribu pengungsi dari Palestina ataupun pengungsi dari korban perang Suriah. Demikian pula di Mesir, Lebanon, dan Negara Arab sekitarnya.

“Nah tentu saja, mereka mudah melakukan karena di negara perbatasan, tentu lain halnya dengan Indonesia yang cukup jauh di samping juga memiliki tradisi yang sangat berbeda,” katanya.

Selain itu, banyak yang keberatan dengan ide dan gagasan keinginan pemerintah membawa anak-anak Palestina untuk belajar di Indonesia. Di antara alasan penolakan berbagai kalangan karena di Indonesia juga masih banyak anak-anak yang terlantar, kurang gizi, tidak mampu sekolah, drop out dari sekolah, yang dengan berbagai alasan mereka hidupnya sangat miskin dan tidak bisa sekolah.

“Saya kira kewajiban menolong semua anak-anak, baik di dalam negeri sendiri maupun di luar itu kewajiban kita bersama. Memang sebagai sebuah bangsa kita wajib mendahulukan kepentingan dan penanganan anak-anak dari dalam negeri sendiri,” tutur Ustadz Jeje.

“Dan harus kita ingat, selama ini memang sekolah (terutama sekolah-sekolah swasta), sekolah-sekolah pesantren yang dikelola oleh ormas memang sejak zaman dahulu itu telah membantu masyarakat yang tidak mampu ditampung di sekolah-sekolah, di pesantren-pesantren, di rumah-rumah tahfidz, dengan cara mereka disekolahkan, digratiskan, dibeasiswakan atau diberikan kemudahan pembiayaan dengan sukarela dari pesantren,” imbuhnya.

Bahkan, jelas Ustadz Jeje, banyak sekali dari kalangan anak yatim, dhuafa yang ditampung di pesantren-pesantren tanpa dipungut biaya apa pun. Ini juga wujud daripada kepedulian dan tanggung jawab dari organisasi kemasyarakatan terhadap nasib putra-putri dari bangsa sendiri, artinya itu pun tidak dilupakan dan tidak boleh diabaikan.

“Namun bukan berarti bahwa kita juga tidak perlu peduli terhadap penderitaan dan anak-anak korban perang dari Palestina. Dan harus di ingat bahwa untuk menangani korban perang anak-anak Palestina tentu saja itu tidak untuk selamanya, ini kan situasi darurat, situasi genting yang memungkinkan untuk diambil tindakan penyelamatan, tindakan menolong, membantu secepatnya,” ujarnya.