Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menjelaskan berbagai mekanisme pengambilan keputusan para hakim terkait dengan sengketa Pilpres 2024.

Juru Bicara MK Fajar Laksono pun memastikan, berbagai mekanisme pengambilan keputusan itu tidak bakal membuat adanya kebuntuan atau deadlock para hakim.

“Enggak ada deadlock,” kata Fajar dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Jumat (19/4).

Fajar kemudian menjelaskan, berdasarkan Pasal 45 UU MK, pengambilan awalnya dilakukan dengan cara utama yaitu dengan konsep musyawarah mufakat.

“Kalau enggak tercapai, colling down dahulu. Itu kata UU. Diendapkan dahulu. Bisa ditunda nanti sore atau besok, tunda dahulu. Kalau sudah ditunda, mufakat lagi, upayakan untuk mufakat lagi. Dua kali mufakat dikedepankan,” jelasnya.

Musyawarah mufakat itu pun dibatasi hanya bisa dilakukan sebanyak dua kali apabila belum didapatkan keputusan yang bulat. Voting atau pemungutan suara pun kemudian dijadikan opsi kedua untuk pengambilan keputusan.

“Diputus dengan suara terbanyak, suara terbanyak itu berarti kalau 8 bisa jadi 5:3, 6:2 atau 7:1 atau akhirnya bisa jadi 8 bulat,” terangnya.

Namun, apabila suara voting berimbang 4 versus 4, maka Ketua Sidang Pleno, yaitu Suhartoyo menjadi penentu pengambilan keputusan. Hal itu, lanjut Fajar, juga sesuai dengan Pasal 45 UU MK.

“Di Pasal 45 UU MK ayat (8) itu dikatakan kalau dalam hal suara terbanyak tidak bisa diambil keputusan itu katakanlah imbang 4:4, maka suara ketua sidang pleno itulah keputusan MK,” tegasnya.

“Jadi enggak ada cerita deadlock dalam pengambilan keputusan di lembaga pengadilan. Kacau kalau deadlock itu, enggak bisa memberikan kepastian,” lanjutnya.

Saat ini diketahui, para hakim MK sedang melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk membahas dan memutuskan sengketa hasil Pilpres 2024. Putusan MK ini akan dibacakan pada Senin (22/4).